43. Walennae – Aslan Abidin

Aslan Abidin
Walennae

ketika senja turun dan
cahaya menyerbuk di antara pohon-pohon
lontar, aku kenang sungai ini sebagai lengkungan
taman para bissu, gaib dan sunyi.

di tepinya, gadis-gadis mandi dan pulang
menjunjung tempayan bersama gairah
dan aroma kewanitaannya yang mengembang
dari kembennya yang basah.

“di sungai walennae kasihku,
adakah kau tahu, mengalir cintaku padamu,
tenang dan dalam.”

ketika ujung-ujung ilalang meliuk
melambai kepada senja, dan bangau di pucuk-
pucuk bambu bersiap masuk sarang, di setapak
menyusur walennae, lelaki-lelaki memikul tong
bambu pulang dari menyadap nira.

“rumah kami di kaki bukit, beratap ijuk
dan dapurnya selalu menguapkan aroma gula,
mampirlah bila ada waktu. kami pantang tak
bersikap manis kepada tamu.”

saat malam mengurung dan
rembulan mengapung samar di permukaan
walennae, di langit yang kelabu
terdengar jerit elang, seperti rindu
yang perih dan jauh.

di rumah-rumah beratap ijuk,
di atas balai bambu, gadis-gadis menggeliat:
teringat dongeng tentang pangeran baik hati
yang dikutuk penyihir jahat jadi buaya di
sungai walennae.

“di walennae kasihku, aku terperangkap janji
yang tak mungkin aku tepati.”

di antara hening daun ketapang tua
yang berguling lepas dari rantingnya,
walennae merayap ke laut. di dasarnya aku
hanya bisa mengenangmu,
mengawasimu setiap pagi dan sore ketika mandi,
menunggu saat aku menjalani
kutukan: menerkam dan menelanmu.

“di sungai walennae kasihku, adakah kau
tahu, mengalir cintaku padamu:
suci dan terluka.”

makassar, 2001

– walennae : sungai terpanjang di sulawesi selatan
– bissu : waria pemimpin upacara animisme di tanah bugis