Puisi: Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru – HR. Bandaharo (1917-1993)

HR. Bandaharo (1917-1993)
Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru

Mereka membunuhnya di malamhari.
Tak usah tanya waktu yang ditunjuk oleh jarum-jarum.

Semua hari adalah malam.
Tiap jam, tiap menit, gelap dan pahit.
Bayangan-bayangan mengendap jadi sumber ketakutan.
Mereka membunuhnya di malamhari.

         Setangkai kembang harapan – mereka membawanya dan
menggantungnya.

Laki-laki seluruh dunia, melihatlah ke pulauku.
Bintang cemerlang ini, anakmuda tergantung di pohon ini,
Adalah seorang dari kematianmu.
         Dia dibunuh di Aldjazair,
         Dia dibunuh di Laos,
         Dia dibunuh di Korea Selatan,
         Di Guatemala,
         Dia mati. Pandanglah baik-baik
         Bintang tergantung
         Di tali ini. Pandanglah dia baik-baik,
         Dia dibunuh di Konggo,
         Dia dibunuh di Spanyol
         yang disembelih. Pandangilah dia baik-baik:
         Dia adalah seorang dari kematianmu.

Dia kepunyaanmu, penebang-penebang kayu di selatan,buruh-
buruh tambang, nelayan-nelayan Chili;
Dia kepunyaanmu, kaum tani, dan kaum buruh Argentina.
Kepunyaanmu, kau yang dipunahkan tambang-tambang dalam dan
memegapkan di Bolivia.
Pandanglah baik-baik: dia seorang dari kematianmu.
Tuliskan namanua dengan api di hatimu,
Nama seorang pemuda biasa; dibunuh kejam,
Dengan diam-diam, suatu lambang haribesok dan kemenangan…
Jangan lupakan, buruh karet di Kolombia,
Bangsa Indian di Peru yang diperbudak, ingatlah baik-baik.
Buruh minyak dari Venezuela, tegakkan namanya
Menjulang jadi menara di padang-padang minyak
Dan kau, kau dari ‘neraka hijau’ Amerika Tengah,
Dengan pisau-pisaumu, guratkan huruf-huruf namanya
Di setiap batang pisang.

         Dia dibunuh oleh mereka yang sedang membunuh kau.

Dia dibunuh oleh tangan yang membunuh
Di Aldjazair, di Laos, di Guatemala,
Tangan bom di Hiroshima,
Tangan yang membakar anak-anak hidup-hidup
Di Korea Utara,
Yang merampok tanah dari Mexico
Dan merampok bendera Puerto Rico.
Laki-laki seluruh dunia, melihatlah ke pulauku.
Bintang cemerlang ini, anakmuda tergantung di pohon ini.
Adalah seorang kematianmu.

Dengarkan:
         “Mereka membunuhnya hanya karena dia negro, hanya
karena dia miskin,
         hanya karena dia pekerja, hanya karena dia remaja hanya karena dia guru”
ada tunas dari Revolusi.
Dia anak Rakyat, dia anak dari kerja.
Dia guru sukarelawan di pegunungan tinggi.

         Dengarkan baik-baik, laki-laki seluruh dunia:
Dia guru sukarelawan remaja!
         Mereka membunuhnya di malamhari
Semua hari adalah malam
Setangkai kembang harapan – mereka membawanya dan
menggantungnya.
Bintang-bintang sewaan itu, mereka membunuh buku-buku!
Tuliskan namanya dengan api di hatimu,
Buruh tambang, kaum tani, buruh karet, buruh minyak,
Buruh perkebunan-perkebunan pisang, bakarkan namanya dalam-
dalam, Negro, Indian, dan Mestizo
Dari Amerika kita ini.
Bakar namanya dalam di hati, sehingga dia tidak hilang-hilang.

Texaco – jangan lupakan ini, kaum buruh minyak –
Membayar sepuluhribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu,
Dan Kardinal Speliman, bajingan memakai jubah,
Membayar sepuluh ribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu,
Bintang yang tergantung di tali itu
Adalah Conrado Benítez, guru sukarelawan,
“Remaja abadi, tetap seorang guru.”

Sumber: Gugur Merah (Merah Kesumba, Yogyakarta, 2008)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *