Seorang Prajurit kepada Bung Karno – Mh. Rustandi Kartakusuma (1921-2008)

Mh. Rustandi Kartakusuma (1921-2008)

                                                      di Maguwo, Des ’49

Kami yang berpijak di atas lereng gunung kapur
antara terik panas dan godaan batu panas,
dan engkau yang berdiri di tengah padang rata
hijau membentang hendak merayap ke kaki kami,
Kami dan engkau beberapa detik tengadah ke langit,
darimana hujan pernah tercurah
membasahi bumi dan muka kita.

Bilamana lagi hujan akan tercurah,
pohon-pohon pada menari,-?
Engkau tidak mau,
dan kamipun tidak mau
melepas bayangan yang kita tangkap di pagi hari,
dan kini ingin mati bersama dengan senja yang tiada berkabul.

Engkau dan kami hanya mau menutup mata
di permulaan malam hendak merahap,
malam yang sejuk,
yang membawa kedamaian milik bintang-bintang,
malam yang diam,
tak banyak bicara seperti unggas.

Engkau dan kami sama-sama tahu,
angin mengganti hujan dan hujan mengganti matahari
tapi semua tak bisa mematahkan kami,
tak bisa mematahkan engkau,
karena kami dan engkau terbuat daripada
sambaran gledek dan denyaran kilat.

Bila engkau nanti dibawa orang
masuk kesedihan awan yang sepi,
engkau akan mengenangkan kami,
kami yang berpihak di kapur panas,
sebagaimana kami akan mengenangkan engkau.

Di detik yang satu kami dan engkau akan berpadu kenang,
dan di detik itu hujan akan reda tiba-tiba,
mentari ‘kan melembutkan sinarnya seperti gadis yang indah,
dan segala ‘kan indah,
karena kepercayaan kita tetap indah.

Kepercayaan kepada gledek dan guntur yang melahirkan kita.
Kepercayaan kepada lembut sinar matahari
yang memupuk kita semesra ini,
Kepercayaan kepada langit
yang menginginkan bumi subur
dan lautan membelainya adil dan rata.

Sumber: Rekaman dari Tujuh Daerah (Balai Pustaka, Jakarta, 1951)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *