Esai: Tentang Kritik Sastra dalam Apresiasi Sastra – Budi Darma

OlehBudi Darma

/1/
Meskipun bertautan, kritik sastra berbeda dengan apresiasi sastra. Memang tidak selamanya kritik sastra mengkritik obyek sastra, akan tetapi unsur kritik selalu mendampingi pengertian kritik sastra. Sebaliknya pengertian kritik tidak mendampingi apresiasi sastra. Apresiasi sastra cenderung untuk menghargai karya sastra, cenderung untuk menerima suatu obyek sebagai sesuatu yang baik.

/2/
Kritik sastra dibekali oleh suatu sikap terhadap obyek. Dan konsep-konsep mengenai sikap-sikap inilah yang menimbulkan sekian banyak aliran dalam kritik sastra. Sebaliknya apresiasi sastra diantar oleh enjoyment.

/3/
Meskipun kritik sastra tidak selamanya melihat kelemahan-kelemahan suatu obyek, kritik sastra berusaha untuk melihat kelemahan-kelamahan tersebut untuk mencari kebenaran nilai-nilai sastra. Sebaliknya, meskipun apresiasi sastra tidak selamanya melihat kekuatan-kekuatan suatu obyek, apresiasi sastra berusaha untuk menerima suatu obyek sebagai sesuatu yang patut diterima karena baik mutunya.

/4/
Kritik sastra mempunya obyek yang sama dengan apresiasi sastra, yaitu karya sastra. Kritik sastra berbeda dengan aprsesiasi sastra, karena kritik sastra berusaha untuk melihat kelemahan-kelemahan karya sastra, sedangkan apresiasi sastra berusaha untuk menerima karya sastra sebagai sesuatu yang layak diterima. Kritik sastra mempunyai tujuan untuk mencari kebenaran nilai-nilai sastra, sedangkan apresiasi sastra berusaha untuk menerima nilai-nilai sastra suatu obyek sebagai sesuatu yang benar.

/5/
Meskipun berbeda, pada saatnya kritik sastra bertemu dengan apresiasi sastra sebagai saudara kembar-siam yang tidak dapat dipisah. Kritik sastra tidak akan mampu melihat kelemahan-kelemahan suatu obyek apabila obyek tersebut tidak mempunyai kelemahan, atau apabila yang melakukan kritik sastra tidak melihat kelemahan-kelemahan obyek tersebut.

/6/
Pengertian kritik dalam kritik sastra memang berbeda dengan kritik dalam pengertian sehari-hari. Meskipun berusaha untuk melihat kelemahan-kelemahan suatu obyek, kritik sastra tidak selamanya “menjumpai” kelemahan suatu obyek, sedangkan kritik dalam pengertian sehari-hari selalu “bersumber” pada kelemahan suatu obyek.

/7/
Karena pada akhirnya apresiasi sastra tidak hanya bersikap menerima sastra sebagai sesuatu yang baik, maka kelanjutan proses apresiasi sastra dapat mempertemukan apresiasi dengan kritik sastra sebagai saudara kembar-siam yang tidak dapat dipisah. Apresiasi sastra yang merupakan literary enjoymentakan menuntut jawab mengapa seseorang dapat menerima karya sastra sebagai sesuatu yang baik.

/8/
Meskipun kritik sastra dan apresiasi sastra dapat menjadi filosofis dan teoritis, pada dasarnya kritik sastra dan apresiasi sastra adalah praktis. Dalam praktek keduanya bertaut. Kritik sastra maupun apresiasi sastra selamanya berjalan terus, meskipun dengan “diam-diam”. Membaca cerpen, menyelenggarakan lomba deklamasi, menyelenggarakan diskusi sastra, pada dasarnya mengadakan kegiatan kritik sastra dan apresiasi sekaligus.

/9/
Meskipun konsep-konsep tertentu dapat menyiapkan seseorang dalam kritik sastra, dan meskipun estetika sastra dapat menyiapkan seseorang dalam apresiasi sastra, kritik sastra dan apresiasi sastra tak bisa lepas dari karya sastra. Dan meskipun sudah sekian lama diperdebatkan apakah sastra merupakan ilmu atau bukan, kenyataan bahwa kritik sastra dan apresiasi sastra tidak dapat dipisahkan dengan karya sastra, tetap berjalan terus. Dengan demikian maka untuk dapat melakukan kritik sastra dan apresiasi sastra seseorang mau tidak mau harus rapat berhubungan dengan karya sastra.

/10/
Dalam berhubungan dengan karya sastra sebagai suatu obyek, kesulitan yang dihadapi oleh kritik sastra relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang dihadapi oleh apresiasi sastra.  Kritik sastra “tinggal menemukan” kelemahan-kelemahan suatu obyek, sedangkan apresiasi sastra “baru berkenalan” dengan karya sastra.

/11/
Kedudukan apresiasi sastra yang demikian menimbulkan kemungkinan yang buruk. Dalam praktek orang berusaha untuk menawarkan karya-karya sastra yang “mudah dimengerti” sebagai jalan untuk enjoyment. Dan “mudah dimengerti” (sekali lagi: di antara tanda petik) sering kali indentik dengan “buruk” (seringkali dalam pengertian yang sebenarnya). Tidak jarang apresiasi sastra yang diselenggarakan “dengan sengaja”, misalnya dalam buku pelajaran mengenai puisi, menawarkan karya-karya sastra yang buruk sebagai acara buruk.

1974

– Disalin dari buku “Solilokui Kumpulan Esei Sastra“, PT Gramedia, Jakarta, Cetakan kedua, 1984.
– Karangan ini sebelumnya adalah naskah pokok-pokok pikiran yang disampaikan dalam ceramah sastra IKIP Malang, 4 Mei 1974.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *