Pablo Neruda, Nobel Sastra, dan 40 Buku Karyanya

Oleh Hasan Aspahani

NEFTALI Eliezer Ricardo Reyes Basoalto. Siapa itu? Dia orang Cile. Iya siapa? Pemain bola? Bukan, penyair. Penyair? Ya, tapi dia jauh lebih populer dengan nama samaran yang kemudian menjadi nama resminya: Pablo Neruda. Pablo? Neruda? Apanya Pablo Picasso? Ya, ya. Baiklah. Baiklah. Mari kita bicarakan dia, supaya jelas, bahwa dia memang layak dibicarakan. Buru-buru harus disebutkan dia adalah pemenang hadiah Nobel Sastra 1971.

Masa Kecil
Ia lahir di Kota Parral, 300 km di selatan Santiago, 12 Juli 1904. Kota kecil ini dikelilingi lahan subur perkebunan anggur. Ayahnya Jose del Carmen Reyes Morales adalah mandor dinas perkeretaapian yang penghasilannya pas-pasan. Ibunya Rosa Neftali Basoalto Opazo, seorang guru. Ibunya meninggal akibat penyakit tuberkulosa dua bulan setelah melahirkannya. Neruda muda dipanggil “Neftalí”, nama almarhumah ibunya.

Tahun 1906 ayahnya membawanya pindah ke selatan Cile, tepatnya ke kota Temuco. Di sana ayahnya menikahi Trinidad Candia Marvedre, seorang perempuan yang sembilan tahun sebelumnya melahirkan anak untuknya, anak lelaki bernama Rodolfo. Ia juga hidup dengan saudara tirinya, Laura, anak ayahnya dari perempuan lain. Di kota inilah ia menghabiskan masa kecil hingga remaja.

Temuco adalah kota yang dikepung hutan lebat dan gunung berapi. Sebuah wilayah dengan keindahan alam yang memukau Neruda cilik kala itu. Kelak dalam pidato Nobelnya Neruda menyebut lagi kenangan itu.

Minatnya dalam tulis-menulis dan sastra ditentang ayahnya, namun ia mendapatkan dorongan dari orang lain, termasuk Gabriela Mistral, kepala sekolah tempatnya belajar yang juga kelak mendapatkan Hadiah Nobel.

Mulai Menulis
Neruda mulai menulis puisi pada usia yang sangat belia: sepuluh tahun. Dan pada usia 13 dengan puisi di tangan, ia mengetuk ruang kerja ibu kepala sekolahnya untuk kembali tiga jam kemudian kembali untuk mendapatkan catatan atas puisi-puisinya.

Neruda cilik bukanlah murid yang bodoh tapi ia murid yang acuh tak acuh pada pelajaran. Semuda itu ia sudah peduli pada kondisi buruk orang-orang miskin di kotanya, atau asyik memperhatikan binatang dan serangga. Ia bahkan pernah merawat angsa yang luka tiga minggu hingga unggas itu mati di pelukannya. Sesekali Neruda kecil juga ikut ayahnya bekerja. Dia tersentuh dengan kehidupan kaum miskin dan itu juga kelak menjadi ilham bagi sajak-sajaknya.

Puisi Pertama
Pada usia 13 tahun pula, tahun 1917 artikel pertamanya “Entusiasmo y Persecerancia” (“Antusiasme dan Kegigihan”) di harian La Manana. Puisinya “Mis ojos”, terbit tahun 1918 di Corre-Vuela. Pada tahun 1920, dia pun menjadi kontributor prosa, puisi dan laporan jurnalistik untuk jurnal sastra “Selva Austral” dengan nama pena Pablo Neruda. Nama itu dipungutnya dari penyair Ceko Jan Neruda (1834-1891).

Nama Pablo Neruda ia pakai dengan setengah alasan sebagai penghormatan atas penyair itu dan separonya lagi agar tak pecah tengkar dengan ayahnya yang tetap tidak menyukai cita-citanya menjadi penyair. 20 tahun kemudian, pada tahun 1946, nama Pablo Neruda ia jadikan nama resminya.

Nama boleh ambil dari Ceko tapi selera puisi Neruda lebih terpukau pada Amerika. Ia adalah pengagum dan peminat sajak-sajak penyair besar Amerika Walt Whitman. Potret penyair itu dibingkai dan terpajang di meja belajarnya. Juga dibingkai di lantai dua salah satu rumah besarnya yang kelak dibuka sebagai museum. “Ayahnya ya?” kata tukang saat memasang foto besar Whitman. “Ya, ayah dalam puisi,” jawab Neruda.

“Saya – penyair yang menulis dalam bahasa Spanyol – lebih banyak belajar dari Whitman daripada Cervantes,” kata Neruda dalam satu kunjungan ke Amerika di tahun 1972.

Pada tahun berikutnya (1921), Neruda pindah ke Santiago untuk belajar bahasa Prancis di Universidad de Chile dengan maksud menjadi guru, namun ia segera menghabiskan waktunya sepenuhnya untuk menulis puisi.

Buku Puisi Pertama
Puisi-puisinya awalnya bisa dibaca di buku puisi pertamanya “Crepusculario” (“Buku Senja”), 1923. Ini buku yang terbit setelah ia menjual semua barang berharga miliknya yang bisa dijual.

Tahun berikutnya, 1924, Neruda menerbitkan buku “Viente Poemas de Amor y Una Cancion Desesperada” (“Duapuluh Sajak Cinta dan Satu Nyanyian Putus Harapan”). Inilah buku yang melambungkan namanya, hingga kini diterjemahkan ke berbagai bahasa dan terjual berjuta-juta kopi, dan buku itulah yang paling identik dengan kepenyairannya. Mendadak Pablo Neruda jadi pesohor. Tapi waktu itu ia tetaplah seorang penyair miskin.

Menjadi Konsul
Kemashuran Neruda makin berkembang di dalam maupun di luar Cile. Pada 1927, pada usia 23, karena didera putus asa, tersohor tapi kere, ia mau saja menerima jabatan sebagai konsul kehormatan di Rangoon, yang saat itu merupakan bagian dari kolonial Burma, tempat yang belum pernah didengarnya sebelumnya. Neruda kemudian berpindah-pindah Negara dari Kolombo (Sri Lanka), Indonesia – tepatnya di Batavia – yang kala itu masih wilayah kolonial Belanda, dan Singapura.

Di Batavia ia bertemu dan menikahi istrinya yang pertama, seorang Belanda pegawai bank bertubuh jangkung, bernama Maryka Antonieta Hagenaar Vogelzang.

Selama masa berpindah-pindah itu dia bereksperimen dengan sajak-sajak surealistik yang terbit dalam jilid pertama buku dua jilid “Residencia en La Tierra” (Menetap di Negeri), 1933, yang menandai sebuah terobosan dalam bahasa puisinya. Selama itu pula ia terus menulis di sejumlah majalah sastra dan majalah umum lainnya, di antaranya La Nacio, El Sol, dan Revista de Occidente. Dia pun mulai menjadi editor di majalah sastra Caballo Verde para la Poesia.

Bersahabat dengan Lorca
Kembali ke Cile, Neruda mendapatkan pos diplomatik di Buenos Aires dan kemudian di Barcelona, Spanyol. Ia menggantikan Gabriela Mistral sebagai konsul di Madrid, dan di sana ia bersahabat dengan penulis-penulis seperti Rafael Alberti, Federico García Lorca, dan penyair Peru, César Vallejo.

Seorang anak perempuannya, Malva Marina Trinidad, dilahirkan di Madrid; Anak pertamanya ini mengalami banyak masalah kesehatan sepanjang hidupnya yang singkat. Pada masa ini pula, Neruda perlahan-lahan menjadi kian terasing dari istrinya dan kemudian tinggal dengan Delia del Carril, seorang perempuan Argentina yang dua puluh tahun lebih tua daripadanya dan akhirnya menjadi istri keduanya.

Perang Sipil Spanyol dan terbunuhnya penyair Federico Garcia Lorca, yang dikenal Neruda, kuat sekali pengaruhnya pada penyair itu. Ia kemudian bergabung dengan gerakan Republikan. Pertama di Spanyol lalu di Prancis. Pada masa itu pula ia mulai menggubah puisi-puisi untuk buku “Espana en el Corazon” (1937). Pada tahun yang sama Pablo dipanggil kembali ke Cile dan serta merta setelah tahun-tahun itu puisinya pun berorientasi pada ihwal politik dan sosial.

Pada tahun 1939, Pablo ditugaskan menjadi konsul untuk emigrasi Spanyol, menetap di Paris dan kemudian ia menjadi Konsul Jenderal di Meksiko. Di sanalah ia menulis ulang karyanya “Canto General de Chile”, dan mengubahnya menjadi sajak epikal bagi seluruh kawasan Amerika Selatan, alamnya, masyarakatnya, dan takdir sejarahnya. Karya ini yang diberi nama “Canto General”, terbit di Meksiko (1950), dan di Chili pun diam-diam terbit dan bereda di bawah tanah. Segera setelah terbit “Canto General” yang berisi hampir 250 sajak diterjemahkan ke sepuluh bahasa lain. Hampir seluruh sajak dalam buku ini ditulis pada masa susah saat Pablo berpindah-pindah kediaman di sejumlah negara.

Bergabung dengan Partai Komunis
Pada tahun 1943, Neruda kembali ke Cile dan dua tahun kemudian dia terpilih menjadi senator, dan bergabung dengan Partai Komunis Cile. Neruda harus hidup dalam persembunyian selama dua tahun di negerinya sendiri setelah melancarkan protes atas kebijakan represif Presiden Gonzalez Videla atas para pekerja tambang pada tahun 1947.

Tahun 1949 dia melarikan diri ke luar negeri dan hidup berpindah negara di Eropa sebelum kembali ke Cile lagi tahun 1952. Hebatnya Neruda, penanya tidak tinggal diam. Selama dalam pelarian itu dia menulis buku puisi “Las Uvas y el Viento” (1954), ini semacam buku harian si penyair semasa pelariannya.

Neruda tidak larut dalam perkara besar saja seperti politik yang menyeretnya ke berbagai konflik. Dia juga sempat merenungi perkara remeh seperti garam dan tumpukan pakaian tak disetrika. Selama tahun 1954-1959 dia menulis “Odas Elementales”. Semacam sanjungan atas benda-benda remeh, peristiwa kecil yang disajikan alfabetis.

Sulit menandingi kesuburan karya Neruda. Karya lengkapnya selalu diterbitkan ulang dengan tambahan karya baru. Tahun 1951 “Obras Completas”nya terbit 459 halaman; tahun 1962 menjadi 1.925 halaman; enam tahun kemudian pada tahun 1968 terbit edisi baru dengan jumlah halaman mencapai 3.237 halamn dan karena terlalu tebal harus dibagi dalam dua jilid.

100 Soneta Cinta
Pada beberapa tahun terakhir hidupnya Neruda menerbitkan “Cien Sonetos de Amor” (1959) yang dipersembahkan kepada Matilde Urrutia, isti ketiganya; lalu sebuah karya otobiografi puitis terdiri atas lima jilid “Memorial de Isla Negra”, yang terbit saat usianya 60 tahun; Arte de Pajaros (1966); La Barcarola (1967); sejumlah naskah drama Fulgor y Muerte de Joaqin Murieta (1967), Les Piedras del Cielo (1970), dan La Espada Encendida.

Kisah Cintanya
Sebelum bertemu gadis Belanda di Batavia, Neruda dekat dengan Josie Bliss yang amat pencemburu. Segera setelah menyudahi dengan gadis itu, Neruda menikah dengan Maria Antonieta Hagenaar, yang tak bisa berbahasa Spanyol. Pernikahan itu berakhir dengan perceraian pada tahun 1936. Segera setelah itu Neruda tinggal di Paris. Bersama Nancy Cunard ia menerbitkan jurnal Los Poetas del Mundo Defiende al Pueblo Espanol.

Nancy pewaris tunggal perusahan termahsyur kala itu Cunard Shipping Company. Nancy kelak mengikuti Neruda ke Cile. Ibunya tak mewariskan apa-apa pada Nancy karena ia kemudian juga meninggalkan kehidupan kelas atas dan hidup bersama seorang musisi kulit hitam.

Tahun 1930-an dan 1940-an, Neruda hidup bersama pelukis Argentina Delia Del Carril. Wanita inilah yang mengilhami Neruda sehingga akhirnya terjun ke dunia politik. Neruda dan Delia menikah tahun 1943, tetapi pernikahan itu tidak diakui keabsahannya di Cile. Tahun 1955 mereka pun bercerai.

Neruda lalu menikah lagi dengan penyanyi Cile Matilde Urrutia. Inilah wanita yang memberi inspirasi besar bagi Neruda. Sebagian besar sajak dalam “Cien Sonetos de Amor” (1959) diilhami oleh Matilde.

Meninggalnya
Sepanjang riwayat penulisannya dia menghasilkan lebih dari 40 buku puisi, terjemahan dan drama syair. Tak ayal lagi, dia termasuk penyair penting dunia di Abad 20.

Pada tahun 1973, tepatnya pada tanggal 23 September, dua tahun setelah menerima anugerah Nobel Sastra, Neruda meninggal akibat kanker prostat yang diidapnya. Ia meninggal di Santiago Santa Maria Clinic.

Rede de Costa dalam “The Poetry of Pablo Neruda” (1979) menulis, Neruda adalah Pablo Picasso-nya dunia sastra. Sebab kemampuannya untuk selalu berubah. Neruda juga selalu mempertanyakan tradisi personalnya, karena itu dia selalu memerlukan pencarian untuk menemukan kaidah baru dalam setiap buku karyanya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *