Ahmad Syubbanuddin Alwy (1962-2015)
Apologia Sepasang Mata
1
Di bawah bentangan malam yang semakin memanjang
ke ujung dermaga, dari semenanjung kota-kota tua:
mungkin Batavia, atau barangkali teluk Surabaya
yang kini dipenuhi prasasti, bidadari, berhala, boneka
condominium, dan jangan lupa tahun yang gores
juga seorang pendekar renta yang gelisah memainkan orkes
masih bertahan dalam remang waktu, mengabadikan sunyi
2
Tetapi, di tengah gerimis, pendar kegelapan dan percik luka
kita terlanjur gugup, memasuki kota-kota lain yang miskin :
mungkin Negeri Poci, atau gubuk-gubuk pesisir laut utara
yang berserakan di antara pohon api, amis ikan, rawa-rawa
ladang garam, dan yang menggetarkan perahu-perahu bertapa di
atas kerontang dada nelayan, menghadap keheningan cuaca
serpihan hari-hari seperti seratus senja yang berayun letih
3
Dan, di bawah bentangan malam, lambaian perih gerimis pagi
kembali kita menemukan sisa-sisa kenangan kota revolusi:
mungkin sebuah metropolitan kecil, atau noktah serambi mekah
yang berjuntaian dengan retakan kraton, grafis candi, labirin
seperti arkeologi, ada yang ingin menceritakan kisah-kisah purba
kepadamu, yang dituliskan dan dilukiskan pada sepasang mata
Cirebon, 1996
Sumber: …