Puisi: Di Hadapan Kesepian – Derry Saba

Derry Saba
Di Hadapan Kesepian

Di tepi perapian, percakapan itu dimulai
Perempuan mengenakan lidah ular yang pernah
Membelit rasa lapar liangnya. Sementara lelaki—
Seperti biasa—menyembunyikan kesepian maha dingin
Di balik panas api kata-kata mulutnya.

“Kesepian mana lagi yang akan terbit
Esok pagi di atap rumah kita?” kata lelaki lirih.
Setengah berbisik. Seperti gemericik Eufrat dan Tigris.
Pison dan Gihon.

Kata-kata lelaki selalu menjadi angin
Bagi gemerisik daun telinga puannya. Maka puisi paling
Lembut dan licik itu gugur dari desah bibir puannya:

“Berikan buah dari pohon tubuhmu. Cukuplah dua—
Satu untuk lapar liang sempit pikiranku. Selebihnya demi
Kita dan kata-kata ini tak pernah akan mati.”

Malam menjadi lebih dingin. Perapian memadamkan diri.
Tetapi lelaki mungkin lupa, kata-kata perempuan adalah
Belaian paling hangat dan menenangkan. Maka perempuan
Memenangkan pertempuran.

Lelakinya yang kesepian itu, diajaknya memasuki liang liar
Surganya. Terperangkap dan lupa jalan pulang. Di sana gemericik
Eufrat dan Tigris, Pison dan Gihon terdengar lagi. Lirih seperti
Bisikannya sendiri.

Kesepian mana lagi yang akan terbit
Esok pagi, di atap surga ini?

Demikianlah lelaki mendekap erat
Puannya sepenuh gemas
Sepenuh cemas

Manufui, 2020

Sumber: Bacapetra.co, 20 Desember 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *