Maman S Mahayana
Aku jumpa tuhan di Seoul
di antara daun-daun yang jatuh menyambut musim gugur
di belantara mekar mawar sepanjang musim
dan pergantian cuaca yang mewartakan tanda-tanda
aku menemukan tuhan
di antara putih selangkangan
dalam derap suara kencang dan derai anak-anak muda
yang mengepit buku, ponsel, dan mimpi masa depan
aku melihat tuhan
memancar dari mata balita
yang terbenam di keranjang bayi
di antara dua sejoli
yang berjalan-jalan di taman kota
lalu berjanji menegakkan masa depan perkawinan
sampai kematian memberi jarak tak terjamah
lalu berlabuh di pekuburan
Ada tuhan tergeletak di pojok bus kota
bersama kursi roda sosok lansia
dan tenggang rasa para penumpang
sopir yang mengawal aturan:
yang menabukan kecelakaan
dunia kiamat bagi pembawa kematian
dan hidup adalah kegelapan sempurna
ada tuhan berdiri di depan bangku kereta
yang dibiarkan kosong
dalam gerbong padat penumpang
sebelum datang
ibu hamil, manula, dan tunadaksa
ada tuhan terkulai di kursi mesin
perempuan lumpuh
menunggu subway
tangannya sibuk mengirim pesan kakao talk
sambil mendengarkan musik lewat headset.
tuhan sembunyi
di tengah gelak tawa dan gelas soju
dalam lembaran undang-undang
perempuan pelayan
memanggil taksi untuk pemabuk berat
kartu kredit, tas, dan dompet yang dibiarkan
atau diserahkan
jangan tergoda
celaka sepanjang usia
tuhan pulang dengan tangan hampa
tuhan bergerak memasuki layanan publik dan kantor pemerintahan
mencatat aparat yang berlomba menjaga norma
aku menyapa malaikat: pulanglah
tuhan lesap dalam sanksi sosial suara rakyat
aku menemukan tuhan
dalam kerumunan orang-orang tak beragama
dalam senyap suara takbir iedul adha.
Seoul, 6 November 2011
Sumber: Jejak Seoul (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2016)