Puisi: Kelahiran – Pranita Dewi (l. 1987)

Pranita Dewi

Beri aku 270 malam
untuk menatap kebusukan pagi ini

Tangisku yang pertama
apa yang menjadi sebuah pertanda?

Seekor katak menyelip di bebatuan
halilintar memecah menjelang kelahiran
alap-alap layang di ranting dahan-dahan

di sini begitu pepat
gelap ini begitu menyengat
aku begitu sekarat!

Tetapi akan kukenakan kain yang membikinku
lebih tampan lagi
gemerlaplah gemintang dini hari.

Aku akan dikekalkan para padri
sebagai lagu penuh pujian,
sebagai seribu orkestra sepanjang masa
sebagai silabel alam setiap kata
dan menjadi nyanyian murung para pendosa

Telah kusingkapkan langit dengan kata-kataku,
kubikin kecut udara dengan mimpi-mimpiku,
bintang begitu pucat di kemegahan mataku,
dan usia menghambur di gunung dan lautan

Esok akan bisa kusaksikan
memar pada wujud asing ini;
sepucuk cinta yang tumbuh mengalir
simbol merah jambu di kemarau jiwaku.

Aku akan menjadi bagian hari ini
aku akan menjadi seribu cermin
dalam bayang-bayang negeri
yang mati terpancung menunduk
terapung dan tidak menemukan keangungan lagi

Jiwa yang terkutuk ini, yang melompat keluar
dengan seribu taring dan cakar tajamnya,
akan mencabik dunia hingga ke liang nyawa

Tetapi begitu sunyi dan mati
meski berwangi mimpi
ajal menjemputku di kemudian hari
langit berkabung menyambutku
yang cantik dan mekar
yang jernih berkilauan.

Tuhan, Tuhan, mengapa engkau mengirimku kemari?

2013

Sumber: Kompas, 29 September 2013

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.