Mugya Syahreza Santosa
aku akan kehabisan bumbu
bila harus menyulam bilik pondokmu
untuk menghadang angin barat itu.
aku pun akan kehilangan
pohon keramat kampungku,
hanya untuk membangun dinding kayu
pada kamarmu.
maka kuhadiahkan sebatang pancang
tubuh gombong bambu.
juga seraut kayu
yang memipih,
mengusik musim yang menepi kini.
kau boleh memilih jati, tisuk, bihbul
atau surilem sesukamu.
sebab sungguh luas hasratku
memanggulnya di atas punggung
Galunggung yang kian penuh-peluh.
mengaraknya ke pematang sawah
dan menancapkan tepat
ke kedalaman tanah.
tegaknya seperti isyarat pitarah
di mana selalu tertuju pada wibawa.
pusarnya yang mengunci
menjagai wajah angkasa yang perkasa.
ekornya melambai
membagikan wajah angin yang tergerai.
dan apabila terdengar dengungannya
burung-burung terusir sudah,
padi-padi tumbuh suburlah.
anak-anak menyukai suaranya
seperti mendapati teman sejawat
yang setia mengisi tabah
ke tiap rusuk dadanya
dan akan senantiasa terawat
di dalamnya.
suatu petang di bawah cahaya jingga
yang semakin mematang,
diriku menghadapinya,
terasa lebih menantangnya.
tapi langit juga terhisap
ke dalam pusarnya.
sehingga teramat gegabah
bilah wajah resah terus saja
kubiarkan tengadah.
2013