Sitok Srengenge (l. 1965)
Kwatrin Himmirsky
Kulepas kau lekas,
mumpung hujan murung
dan Laut Hitam, rahim yang membiru karena rindu
masih mau menunggumu
Tunggu aku di pantai landai
sebelum berpaut tangan sepanjang pawai
dari istana ke kubur tua pencipta aksara
menziarahi jazirah cahaya
Kita simak benua-benua mengeja nama kita
dalam tujuh ribu bahasa
sambil mencari kata paling cermin
yang mempu memantulkan batin
Kelak, pada satu malam buta,
mungkin kau terjaga oleh lengking kata
berisak tangis dilepih mendung
sajak yang kautulis masih menggantung
Saat itu, kau tahu,
tak ada lagi yang perlu ditunggu
Lekas lepas namaku yang lama kauperam
bubuhkan di larik lumpang itu sebelum kembali pejam
Bebaskan beban
biar ambyar menjelma serbuk harapan
yang tiap butirnya berkilau, antara ragu dan risau,
seperti aku dan kau
Latu yang meletik sesekali lalu lindap kembali
bagai degup hidup atau kemelut maut dalam puisi
memiuh aku dan kau
terjamah jauh ribuan pulau
Sumber: Kompas, 24 Februari 2013