Puisi: Majnun – Muhammad Febriyadi (l. 1991)

Muhammad Febriyadi (l. 1991)
Majnun

Junjung-junjung rasa rindu
melemas dalam sendu
rahasia mulai renta
sukar dikuburkan

Langit merah
melahirkan luka yang menganga
petinya menyerupai darah yang menyambar-nyambar
memelodikan pengakuannya yang majnun
inilah fundamental hujan yang agamogenesis
sebenar-benarnya Majnun di sana
menjalar-suburkan agrestal di hati dan pikirnya

hati jelma bangkai
jiwa ingin cerai
dari rupa cindai
disemat kini burai

Tolong dengar-dengarkan anak bulan yang mengambang itu
wahai anak yang dicengkam bak anak semang
mengorek-ngorek sasar hati di marak anjung-anjungan
mengkerangkeng sebuah rerahasia
lalu dibenam dalam-dalam
dan hilang di antara celah rekah bunga teratai yang
membulan biasnya
sebenar-benarnya majnun di sana
menyetubuhi malam dan menangisinya
Majnun
Majnun
Manjun
Oh Majnun

Air matanya mendeham
kesakitannya menggerunyam
pekik-lolongnya menggodam sunyi
lalu aruknya bernyanyi
kemaruk majnun bersembunyi
dan ingin mati ini hari

Majnun lahir dari sebuah bakti
Majnun tumbuh dari sebuah perasaan gentar petir-petir
Majnun adalah agamogenesis cinta
didiagonis akut peraasannya hingga timbul keinginan dilayat
segera hijrah ke asmaraloka
membangun dunia cinta tanpa cabik-cabik
      tanpa cacat-cela-aib
           tanpa hunus-menghunus tanya
      tanpa hilang-menghilang warna cinta
sebenar-benarnya Majnun di sana mendoa dan menampun

Junjung-junjung rasa rindu
rahasia mulai renta
sukar kuburkan

Tanjungpinang, 14 Agustus 2014.

Sumber: Mantera Debu Ngenang (Jejak, 2021)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *