Dian Hardiana
Masih mengingat untuk apa aku datang
tanjakan curam
akar-akar kiara di gigir jalan
mengantarku ke ceruk lembah di sela gunung-
gunung perawan
Multatuli, Multatuli
inikah yang membuatmu berpaling dan menjauh
dari kemasyhuran?
Nyanyi penumbuk padi adalah lagu asali
menelisik dalam batinku
menembang tenang di pucuk rembang
angin merundukan padi ke selatan
semakin condong, semakin tinggi dan berisi
o, inikah kisah yang dibuka dalam buta, dalam luka
antara cangkeuteuk-rangkasbitung
antara ciujung-cikahuripan.
Petang merupakan wangi teki-tekian
ke udara, ke setiap persimpangan dari pintu ke pintu
melubangi percakapan di beranda dan halaman
sementara anak-anak mengetatkan genggaman
tangan
membacamu berulang riang
melambaikan masa lalu
mengajak tualang dan bertahan dalam hening
perbukitan.
Banten, 2015
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 30 Oktober 2016