Puisi: Orang Rantai – Pranita Dewi (l. 1987)

Pranita Dewi

: M. Valjean

Aku lepas, tetapi juga tak bebas.

1.
Selamat tinggal, pilar-pilar baja! Kini giliran kemerdekaan
Menyiksaku.

Paspor kuning akan memastikan nasibku: kau adalah gelandangan
Yang lapar dari petang hingga petang, hantu gentayangan
Yang merintih-rintih dalam larut malam, kaum lepra
Yang mengetuk pintu dan tak pernah dibukakan.

Ah. Kurasakan siksaan pertama bagi seorang merdeka:
Peluru-peluru putih musim dingin yang mendesing,
Mendesau, mengamuk padaku dan membugili semua pepohonan.

O, peluru-peluru putih musim dingin,
andai bisa kuberikan kedamaian padamu dan bisa kutemukan
Kedamaian sendiri: tetapi damai telah pergi dariku dan patah
Dan menyerpih bersama bulir-bulirmu di atas bumi.

Aku tak akan pernah
Mengerti tentang selimut dan pediangan: hanya dingin
Dan gigil-gigil senantiasa.

2.
O, musim dingin keji,
kau yang bersekutu dengan lapar dan dengki,
dan telah berhasil membujukku jadi pencuri,
Lihatlah jiwa jalang yang jadi kuyu dan rumpang ini
Kini dibebaskan dari rantai dan jeruji.

Tetapi di hari pembebasanku
mesti kutanggung kutuk paspor kuning – tiket satu arah
ke pulau paling terpencil
di samudera manusia yang gemuruh.

O, musim dingin keji!

2.
Apa yang kaucari, wahai serdadu
yang menggeledah ingatan, mimpi-mimpi
dan masa laluku> Bukankah paspor kuning
telah membukakan diriku: bekas orang rantai?
Lihatlah, isyarat yang kauberikan tentang
tiang gantungan kini tiada lagi menggentarkanku.

Karena aku memang tetap pencuri.
Kandil, sendok, garpu perak ini dan
seluruh dunia tiada pernah menjadi
milikku.

Maka bawalah kini aku kepada
algojo dan tiang gantungan yang
telah lama menungguku – telah lama.

Maka bawalah aku kini kepada
Padri saleh yang dungu dan tertipu itu
– janjiku kepadanya yang belum pernah
kusepakati telah lebih dulu kuingkari

4.
Wahai, bagaimana mesti kupetakan
Lanskap cinta dan kebencian ini?
Ia yang kusangka musuhku
Selama ini ia mencintaiku.

Kini aku bangkit:
Aku telah dibangkitkan!
Telah kupinang ia yang membekaliku
Topangan perak dan kandil pesta serta wangi doa

O padri saleh, penyelamat jiwa dan jasadku!
Akan kukembangkan jiwaku kepada semua
Angin yang bergentayangan di udara malam ini
Ketika dosa rusuh dan kebebasan menyiksa daratan.

Inilah sesungguhnya hari pembebasanku
kandil perak dan meja perjamuan:
dosa-dosa liarku
kini meyakinkanku untuk

Menjadi santo.

Sumber: Bersepeda ke Bulan, Hari Puisi Indopos 2014 (Indopos, 2014)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.