Puisi: Sisa Kita – Ardy Kresna Crenata

 Ardy Kresna Crenata

kita akhirnya tiba di potongan roti terakhir. selai telah habis, begitu juga susu dan semua rasa manis. dingin yang tumbuh dalam kulkas telah juga tumbuh dalam ruangan ini, dan barangkali telah tumbuh juga dalam tubuh ini—tubuhku dan tubuhmu. bunyi asing dari televisi semakin tak tahu diri, seakan mengejek kita sebab tak juga bisa saling menyentuh—atau membunuh?—sedangkan malam hampir luruh, dan sunyi hampir penuh. telepon kehilangan dering. atau bisa jadi ia hanya sengaja lupa saja, bahwa dering itu ada.
di antara kita ada sebongkah waktu yang terjebak, yang berhenti maju dan tak juga mundur, yang tak akan pernah lagi maju ataupun mundur. kuning berloncatan dari lenganmu, menjadikan cokelat itu kian tampak di mata kita dan di saat yang sama menguatkan baumu yang menghambur-sabur menujuku. bukan cinta, bisikmu. dan bukan juga dosa, balasku. aku menoleh ke arah kanan, dan di sana kutemukan biru; terpaku pada semacam buku dalam sorot lampu. sebuah buku yang kita tak lagi ingat kapan terakhir kali kita memegangnya dan memandanginya, kapan terakhir kali kita membukanya dan membacanya. jangan pernah berpikir bahwa aku akan melupakanmu, ujarmu. dan jangan juga sedikit pun mengira kita berada di sini untuk menyadari itu, balasku. di atas kita, putih sempurna yang menyala-nyala. engkau menyadari sesuatu telah lenyap, meski tak bisa memastikan itu apa.
akhirnya, kita sampai juga di percakapan terakhir. matamu telah menjadi mataku dan hitammu telah melukaiku, dan membatasiku, dan menelanku. payudaramu dan lehermu dan bibirmu, seolah-olah telah berada pada sebuah gambar lain, pada sebuah kisah lain, pada sebuah fragmen lain, yang benar-benar lain. dan aku tak di sana. dan kita, tak di sana. tak pernah dan tak akan pernah ada di sana.
2016
Sumber: Koran Tempo, 22-23 April 2017

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *