Puisi: Tiga Sajak tentang Kabut* – Hikmat Gumelar

Hikmat Gumelar

Napas Kabut

di kabut pekat kau dan aku
bertemu. wajahmu dan wajahku
membalam, sekitar melulu

siluet dan derau. tak tentu
berapa tahun sudah pekat kabut
merungkup. pun tak tentu

kapan memudar. kau dan aku
bersikeras menaikkan suhu
bersikeras buka mulut. namun

lebih nyaring terdengar rahang
gemeletuk. kata-kata gemetar dan
patah-patah. tetapi karenanya

kau dan aku malu-malu
bergeser. malu-malu mengurug
jarak. jadilah berkali kau dan aku

bertatapan. napasmu dan napasku
berbaur. rerongga rabumu dan rabuku
penuh bauran napasmu dan napasku

Igauan Kabut

tanganku terlalu kurus dan rapuh
tak mampu membendung luapan kabut
pun tak mampu menahanmu. tentu

gelombang kabut tambah menggunung
menyusul kau lalu. pohonan gedung-gedung
dan orang-orang mengabur. pun begitu

suara-suara. tak ada satu terdengar jelah
semua hanya derau. hanya lolong ajag
menghantami gendang telinga. biar demikian

aku tak beranjak. tetap menziarahi air mata
menelisik rahasia kata. menyigi misteri kita
merawat gairah cinta. jika kelak kau merasa

boyak, lelah, atau hatimu sampai terkoyak
kau tahu di mana alamatku. tak usah sungkan
jalan dan pintu cinta senantiasa terbuka

Lulungan Kabut

kembali kabut likat
merungkup. kembali segala
jadi balam-balam. kembalilah

saluran napas terseumbat
paru-paru seakan dalam rapat dan kuat
genggaman. mulut pun tak dapat

mengucap barang sekata
derau, yang berhembus hanya
derau. dan air asin meluap

membenam dua bola mata
hatiku jadi kian serupa pir yang
terus dilahap pisau. banjirlah

air asin semakin membanjiri
pelupuk. bahkan hingga menggenangi
ini kaki. aku pun berkeras nyaring

memanggil-manggil namamu
namun hanya derau. hanya lulung
hanya lulungan ajag yang menyahut

Sumber dan catatan* : Tiga sajak ini adalah sajak terpisah dimuat bersamaan di Kompas, 22 Oktober 2016.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *