Hikmat Gumelar
Napas Kabut
di kabut pekat kau dan aku
bertemu. wajahmu dan wajahku
membalam, sekitar melulu
siluet dan derau. tak tentu
berapa tahun sudah pekat kabut
merungkup. pun tak tentu
kapan memudar. kau dan aku
bersikeras menaikkan suhu
bersikeras buka mulut. namun
lebih nyaring terdengar rahang
gemeletuk. kata-kata gemetar dan
patah-patah. tetapi karenanya
kau dan aku malu-malu
bergeser. malu-malu mengurug
jarak. jadilah berkali kau dan aku
bertatapan. napasmu dan napasku
berbaur. rerongga rabumu dan rabuku
penuh bauran napasmu dan napasku
Igauan Kabut
tanganku terlalu kurus dan rapuh
tak mampu membendung luapan kabut
pun tak mampu menahanmu. tentu
gelombang kabut tambah menggunung
menyusul kau lalu. pohonan gedung-gedung
dan orang-orang mengabur. pun begitu
suara-suara. tak ada satu terdengar jelah
semua hanya derau. hanya lolong ajag
menghantami gendang telinga. biar demikian
aku tak beranjak. tetap menziarahi air mata
menelisik rahasia kata. menyigi misteri kita
merawat gairah cinta. jika kelak kau merasa
boyak, lelah, atau hatimu sampai terkoyak
kau tahu di mana alamatku. tak usah sungkan
jalan dan pintu cinta senantiasa terbuka
Lulungan Kabut
kembali kabut likat
merungkup. kembali segala
jadi balam-balam. kembalilah
saluran napas terseumbat
paru-paru seakan dalam rapat dan kuat
genggaman. mulut pun tak dapat
mengucap barang sekata
derau, yang berhembus hanya
derau. dan air asin meluap
membenam dua bola mata
hatiku jadi kian serupa pir yang
terus dilahap pisau. banjirlah
air asin semakin membanjiri
pelupuk. bahkan hingga menggenangi
ini kaki. aku pun berkeras nyaring
memanggil-manggil namamu
namun hanya derau. hanya lulung
hanya lulungan ajag yang menyahut
Sumber dan catatan* : Tiga sajak ini adalah sajak terpisah dimuat bersamaan di Kompas, 22 Oktober 2016.