Siti Nuraini (l. 1930)
Transit
Ruang berisi kaca. Teguk minuman timangan mata
mengajuk jawaban masa datang.
Peristiwa improvisasi tanpa rangka, tersendiri
saat mulus sempurna; cagar sementara.
Apa manfaat mekar dan semarak bagi bunga selang
sepintas saja. Mengumpati alam karena alpa
memberi anggrek danteluki ke tahanan besi?
Dan seperti Cleopatra aku pun tega melumatkan
mutiara dalam minuman guna mencicip nikmat kedua.
Misteri yang diterima. Baik kematian seorang manusia;
kenyataan lamban masuk akal; atau seluruh bani adam
Bila berlaku ramalan angkasa pada semua jerih payah
darah, keringat dan airmata; margasatwa, tertumbuhan
diakhiri peredaran melantur; bila sebuah bintang
menyambar dan menghanguskan serba kehidupan di bumi,
Tujuh anak bukan tumbuh belaka; lelah bersuka ria
Dan jauhkan pemikiran dalam istilah angka.
Reruntuhan dan puing. Dari bawahnya menggeliat manusia
merangkak keluar, kembali menggarap tanahnya.
Membangun dengan batu dan pasir, lumut dan papan;
penadah keruntuhan kemudian.
Dan membangun lagi di tengah kehancuran kotanya
wujudan beton, kemauan baja. Sesudah rampung karya
kembali dilanda keambrukan. Begitu berulang
Agaknya bukan tujuan, melainkan tindakan yang utama
hidup ditandari pembaharuan, sejarah improvisasi semata.
Dan belai cinta. Kerinduan memiliki detik pertama;
selamanya. Pengawetan kasih sayang, apakah jaminan?
Pergantian setiap musim membawa harapan iklim segar
setiap jangka waktu berisi kemungkinan masa kini
pennuh saat mulus sempurna. Perhitungan masa depan;
mencari makna di balik lagi. Bila penyanyi berhenti
tinggal kenangan samat menyeri, melodi tak terdengar
Sibuk mencari sesuatu lain gagal menangkap alunan.
Biarkan daku nikmat lumatan mutiara dalam minuman.
Sumber: Sastra No. 10 Th. VI, 1968, lewat Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (Pustaka Jaya, 1979)