Puisi: Kukirimkan Engkau ke Negeri Mimpi – Syaukani al Karim

Syaukani al Karim

anak-anakku: AAA, SSS, APGS, dan FAYA

Kukirimkan engkau ke negeri mimpi,
tanah yang disenandungkan setiap bunda,
Mungkin sudah kau cecap asinnya,
lewat air mata yang tumpah ke rahim,
tempat tumbuh meneguh janji.

Kukirimkan engkau ke negeri mimpi,
tempat orang-orang meratapi rindu di setiap purnama.
Kan terdengar nyanyian itu: parau pungguk merayu bulan,
memohon sapurba turun ke bumi,
membawa padi berbulir emas,
untuk membayar kalah bertahun cemas.

Inilah negeri mimpi itu: jazirah yang ditinggalkan cahaya.
Akan kau lihat gelap bergelut di segenap sudut,
dan orang-orang saling berkelahi
merebut kerlip yang kian malap ditelan senyap.

Inilah negeri itu: tanah yang menyimpan rasa.
Orang-orang menyimpan perihnya dalam tawa,
di antara ayat sejarah yang berkisah tentang kejayaan.
jejak kalah itu kian panjang,
menapaki gurun dan tanjung,
dengan air mata yang membelukar tak bertepi.

Inilah negeri mimpi itu: lautan yang menggelombangkan nestapa.
Kapal-kapal yang bertolak dari pelabuhan sejarah,
tak jemu mengangkut pedih ke segenap perhentian,
juga di dermaga,
tempat engkau menunggu perahu
yang akan membawamu melintasi mimpi.

Negerimu adalah hamparan kesedihan yang maha luas,
setiap waktu, orang menurunkan berpikul-pikul duka,
membariskan berlaksa getir,
mengirimkannya ke segenap kampung,
menjadi makanan tahun-bertahun.
Negerimu adalah luka sayat yang tak tertanggung.
Arus yang menderas di bawah kakimu,
adalah alir darah dari berlapis tikam berbilang hunjam,
dan engkau tak mungkin dapat menyentak dayung,
karena setiap kuak akan mengoyak harap,
kan menyibak ratap yang mengendap dalam diam.

Maka seperti Musa,
jangan pernah berhenti menemukan tanda:
Perahu negeri yang terombang-ambing,
rumah rakyat yang kian rebah,
dan anak-anak yang disembelih keserakahan,
adalah siarah yang harus kau sesah,
adalah itibar tempat engkau memahami debar.

Seperti Khaidir, luaskanlah tafsir.
Dirimu adalah tubuh yang terkepung
dalam peradaban yang memaki-maki sejarah,
antara sejarah yang bersilang jalan dengan kemestian.

Dirimu seperti para penari yang dikacaukan rentak,
melenggang dalam bunyi yang sumbang,
hingga langkah dapat kecundang di sembarang irama.

Tapi jangan ragu merangkum rindu,
atau harap yang telah kau sulam menjadi kalam.
Dalam sengsara ada bahagia
dalam gundah ada hikmah,
dalam perih kan ada kasih bangkit bersilih.

Jangan bimbang menjemput gemilang,
meski tangis menghadang dengan bengis,
meski kalah telah membarah,
meski setiap langkah bersagang dengan resah.
Datanglah sebagai pendatang,
dengan hati yang jantan,
seperti moyangmu mengembangkan layar kuasa,
mengayuh kota segara pada setiap deras air,
pada rimbun bukit ombak,
menikahkan nafsunya di serata tanah dan pulau

Datanglah sebagai pendatang
dengan hati yang jantan,
seperti raja kecil,
garang menyentak parang
membela marwah yang hilang,

seperti raja haji
tak lelah menunaikan janji
menyambut maut di teluk ketapang,
berkafan darah berlahat samudera,

atau seperti tambusai ,
melawan tak usai
menyelamatkan sansai.

Kukirimkan engkau ke negeri itu
Dengan dendang sayang
Dengan ikhlas sebagai pedang
Maka tebaslah mimpi dengan hati
Agar luka berbayar lunas dengan cinta

Kukirimkan engkau ke negeri mimpi
Di sanalah engkau harus bertahta

 

Sumber: Riau Pos, 20 Mei, 2012

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *