Puisi: Orang-orang Lorong – Agam Wispi (1930-2003)

Agam Wispi (1030-2003)
Orang-orang Lorong

Dentang piano di hari basah
sampai juga ke jendela tinggal bingkai
di sana terpahat wajah kotor gadis
yang pandangnya menyentak tangan pelukis
yang senyumnya pergumulan antara duka dan tawa
supaya penyair hidupkan tiap kata
supaya orang lorong tidak dijepit gedung tua
supaya tangannya yang berlumur tepung dan arang
jiga bisa hitung usia bersahabatan
antara maut dan korbannya

o, tembok tua yang terbelah
dari celah titik air
lumut tak lagi menemu cahaya

lagu, beri mereka napas
merobek siksa
tinggi suara sekali tentu melayah
biola, di lorong ini jerit menyambar
pudar sinar dan lembab wajah
mengatasi busuk sampah

mereka yang memikul beban
tahu betul pucat wajah tanah
mereka tidak berkata
karena sudah berikan apa yang ada
dan tiap-tiap tindak tidak mengira dosa
sebab dosa mainan jurubicara
mereka tidak berkata
jika celana satu harus potong dua
potong saja! tapi kerja
(lihat, betapa duka celananya dirinya)
sudah nyata, sudah nyata
kehidupan jadi nyala, menyiangi
hati tak bersisa.

sebentar nanar
ditembak basah
pengemis bersandar
tangan sia-sia menadah

kupantik api membakar rokok
dan mukanya sekali
aku tidak minta dan buat janji
karena pembebasan adalah kepastian
dan siapa menolak kepastian
berdamailah sendiri dengan minta dan janji
sedang cinta semusim akan gugur rontok.

Katakanlah, pengemis, jika rongkong masih bisa
menelan ludah: anak kolong, anak kolong
berlarilah lintas jalanraya!
Betapapun, takkan kuberi setitik darah
Selain daya merombak segala.

Malam, 15 Oktoberi 1954

Sumber: Gugur Merah (Merakesumba, 2008)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *