Nezar Patria (l. 1970)
Sesudah Tsunami
Dengarlah, anak.
Ada pintu-pintu terlepas,
seperti helai kertas origami.
Bangau-bangau terlihat rapi
di tanah yang memar,
laut menjadi kembar.
Bau garam sampai juga ke sini,
kampung menjadi sunyi.
Di atap rumah yang sungsang,
ada kapal besar,
lambungnya menganga,
“Itu kiamat
dan doa-doa adalah ratap
yang terlambat.”
Tidak, anak.
Yang tiba adalah tsunami,
ia menekuk mimpi:
Seribu teluk telah remuk,
sebelum pukul delapan pagi.
Waktu mati.
Jam dinding gemetar
jarumnya gugur,
seperti daun trembesi.
“Ia pasti bersama malaikat.
Karena asar belum lagi lewat.”
Entahlah, anak.
Angin datang dengan mata yang berat.
Ombak raya buta nama-nama.
Jika suatu hari ia kembali,
ingatlah. Bangau-bangau di lemari:
kita bergegas melepas mimpi.
2014
Sumber: Koran Tempo, 25 Januari 2015; Di Kedai Teh Ah Mei (Diva Press, 2018)
Photo by Kiril Georgiev on Unsplash