Puisi: Debur Nusakambangan – Badruddin Emce (l. 1962)

Badruddin Emce (l. 1962)
Debur Nusakambangan

 

Angin mengacak yang mapan
dan tidak kunjung hinggap.

Juga engkau,
yang aku berusaha bungkam
atau hanya sedia membaca catatan pekatmu
jika telah digubah jadi baris-baris gerimis.

Mereka hanya ingin engkau ketahui?
Engkau kemudian malas rapikan rambut,
hingga hidup seperti tak butuh cermin.

Aku pun terkadang merasa jauh lebih baik
tanpa penglihatan, pikiran dan keyakinan.

Di situ engkau akan tenang
seperti di masa purbamu.
Masa di mana demit dan hewan buruan,
pohon dan jurang memanggilmu: Nusatembini!

O, betapapun jangan tinggalkan aku!
Meski cerewet, pikiranku siap menerima
setiap yang runtuh darimu.
Mengirim biji-bijian yang tak lagi engkau hargai
ke tempat-tempat jauh hingga tumbuh
dan terhormat.

Tanggalkan bosanmu ke lubuk hatiku!
Mereka akan menjadi ikan jinak
yang mengelilingi iringan perahu.

Tanggalkan!
Angin memang lahir buat memutar baling.
Menyusup ke mana suka bersama para pencari tahu.

Kau tahu, setiap malam mereka menyingkap
penutup tubuhku?

Gelombang pun membesar.
Nelayan-nelayan turunkan layar,
lalu balik ke pangkal.

Jika langit memekat,
layang-layang akan menghujam ubun hakekat.
Dan sipir saling mendekat.
Dan jeruji besi raih gembok terayun-ayun.
Dan pesakitan itu menutupi wajahnya denagn sorban.

Dan aku, marabahaya itu
Dan engkau, tolak bala itu, kembali berpeluk.

Bertahun orang-orang kesepian itu mendengar debur.
Tetapi tak berupaya jadi lebih tahu!

Kroya, 2008

 

Sumber: Diksi Para Pendendam; Akar Indonesia, Yogyakarta; 2012)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *