Badruddin Emce (l. 1962)
Pengantin Kampung Laut
Hidup kalian penuh air. Jalan darat ke kota
berbelit lewat utara
seperti birokrasi kantor!
Suatu pagi, ditemani segelas kopi manis hangat,
Rempeyek kacang –
Tetap saja hujan membuatku ingat akan ikan laut
yang terbang.
Sore waktu itu. Di tengah kampung cukup dekat lidah ombak
yang telah kutaburi butir pertanyaan teramat pahit,
dari perahu menjauhi barat, sepasang deraitawa itu
makin lamat.
Ranting-ranting yang mereka damba penuh buah
yang tidak biasa dimakan,
Namun merah menggoyang selera!
Ada juga kicau burung yang enak buat disiulkan!
Sekali lagi di emper surau rusak
pengantin sepasang itu menyantap gerimis –
“Alangkah nikmat jalan batu kapur licin melingkar-lingkar!”
Tidak berguraukah kalian?
Lalu natap punggung kepergianku.
Malam tiba,
dari rumah panggung mulai miring mungkin menduga
dari apa cahaya kotaku.
Sesungguhnya di sini lebih kampungan –
Kata-kata masih saja liar.
Warung berderet di tempat lalulalang orang.
Kroya, 1994/1998
Sumber: Diksi Para Pendendam; Akar Indonesia, Yogyakarta; 2012)