Puisi: Sajak Sepanjang Trotoar – Jamal T Suryanata

Jamal T Suryanata

/1/
aku diri bagi waktu
bersenyawa membentuk ribuan bayang yang berlari

cari ke kediaman batu-batu dan pasir
cerca alam menderas ke arahku, nyanyi ragaku
cinta atas keadaan yang begini seribu kali lagi, o
coba jamah aku dalam waktu dalam hari-hari telanjang
cukupkanlah, habiskanlah jasadku di atas trotoar ini

dari kesunyian yang merindu hutan syair
dendam kubacakan di sebuah pentas jalang
di mana dekor-dekornya tak lagi cuma mayat-mayat
dosa alam menangis perih dalam semilir doa
dunia telah jadi bagian dari keterpencilan: penyair!

endapan sajak membaur lugu di kehitaman aspal
enyah rasa diri dalam aku dalam waktu dalam lari
entah apa lagi yang kubaca depan tuhan
entah apa pula yang kutulis di keakuan
entahlah, sedang depanku kematian-kematian

fakir telah beku dalam panorama belasungkawa
filsafat berkubur sambil menjilati dosa-dosa agama
fitnah kian tebal memoles lipstik atas segala-gala
fosil kemanusiaan dan hukum menghukum manusia
fana o, dan ketiadaan menyungkam atas perjalanan

genggam aku dalam waktu yang liar
hingga jamalku remuk tercambuk cahaya syairmu

/2/
ini waktu
jamal berlari berkali-kali dalamku

kepak nadiku tinggal sejengkal di jalan kota
kutawarkan dalam berbagai persekutuan bayang
kertas lusuh menuliskan jatidiri
kurun dalam langkah mengukur kau yang terdinding
kematian kematian kematian, masih senada

langit kita berkeliling menjajakan rahasia
larutkan getah kekerdilan yang mengakar
liukkan ini waktu perpanjangan: tanah
lindap berulang-ulang selimuti matahari
luka o, sendiri di ujung jasad sunyi

musik riuh dari teriakan anak zaman
muntahkan berita kesenjangan yang menganga
minta segala dalam telanjangnya sendiri-sendiri
membaca daging menulis darah mengucap sajak
manusia manusia manusia, wajah yang luka

neraka masih melukis dosa atas kanvas hitam
nama-nama dalam kapal nuh terus berlompatan
nuh yang memadu dua dalam satu dari seribu
namun tak sepenggal kata yang terbaca: tanah
noda hari atas muasal perpanjangan diri

o, waktu yang berlari
pacu jamal di jalannya

/3/
quran menyiramku atas waktu
rintik ayat-ayat ribuan lagi memburu dalam lari

satu episode telah tuntas dipanggungkan
setelah segalanya basah sampai tulang-tulang sajak
sintal, wajah yang luka dan darah yang mengental
sujudku mendaki syahadat sepanjang jalan sunyi
sampai kematian ini lahir berulang-kali: tanah

tanpa bahasa aku membaca dan menulis sejarah
tanda-tanda menderu melingkup sepi di jendela
tikam aku dalam rahimmu seribu kali o, tanda-tanda
trotoar, trotoar, ada langkah perih mengeja hari
tercabik terkoyak dari rahim ribuan mata luka

untuk apa kupertanyakan lagi arah langkah ini?
umur aspal cuma segurat kuas lukisan keabadian
untuk apa bermimpi hidup seribu tahun lagi?
usia chairil telah memangsa dalam luka dan bisa
usai berkubang bergumul sampai di teduh karet

wahai pelajang yang berdiam di kedalaman sajak
wanita dalam ilham kita telah mati sejarahnya
walau ada pijar nafas membahana sekujur diri
waktulah yang menyeret kita ke sunyi teluk kubur ini
waktulah yang mengekalkan langkah dalam iman

yojana bisu menjarah nama tinggal sejarah
zona abadi pengasinganku: tanah!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *