Agenda: Obor dan Dupa dalam Puisi di Tembi

Agustina Thamrin

AGUSTINA Thamrin, penyair dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan, tampil membaca puisi dalam acara Sastra Bulan Purnama edisi 70 untuk Hari Puisi Indonesia 2017 di Tembi Rumah Budaya, Sabtu 8 Juli 2017 dengan membawa obor dan dupa. Wangi dupa yang diletakkan di dekat dia duduk dan obor yang ditaruh di sampingnya menjadi properti dari pertunjukkannya.

Sambil duduk di lantai dia mengalunkan mantera, seolah sedang menyampaikan pujaan, dengan diiringi musik khas dari Kalimantan, Agustina seolah seperti sedang di kampung halamannya, bukan di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, tempat Sastra Bulan Purnama diselenggarakan. Selesai membaca mantra, dia berdiri dan mengambil obor sambil terus membacakan puisi berjudul ‘Concerto Balai Bilaran’ karya Burhanudin Soebely.

Agustina Thamrin adalah salah satu dari 174 penyair nusantara yang puisinya dimuat dalam antologi puisi ‘Negeri Awan’, Tentu Agustina tidak sendiri, ada beberapa penyair lain yang puisinya ada dalam antologi puisi ‘Negeri Awan’ ikut hadir dalam Sastra Bulan Purnama yang diberi tajuk ‘Syawalan Sastra(wan) di Negeri Awan’.

Beberapa nama yang hadir dan tampil membaca puisi, Bambang Eka, Joshua Igho (Magelang), Suyitno Ethex (Mojokerto) SP, Budi (Bogor), Rismudji (Tambun, Bekasi) dan beberapa penyair dari Yogyakarta diantaranya Sutirman Eka Ardhana, Ratu Zaenab. Suyitno Ethex, yang sudah beberapa kali datang ke Tembi Rumah Budaya dan membacakan puisi-puisi karyanya. Pada SBP edisi 70, dia hanya membacakan satu puisi
karyanya.

“Saya membaca satu saja, supaya penyair lainnya juga ada kesempatan membaca,” kata Suyitno.

Biasanya, dari Mojekerto menuju Tembi sebelum pukul 6 sore Suyitno Ethex sudah sampai di Tembi, dan nongkrong di angkringan sambil menikmati kopi. Tapi pada perjalanan kali ini, dia agak terlambat karena jalan darat macet panjang, sehingga sampai di Tembi dan langsung di Amphytheater Tembi Rumah Budaya sudah malam, meskipun acara belum dimulai.

“Ampun mancetnya dari Mojokerto menuju Yogya, sehingga sampai Tembi saya agak sedikit malam,” kata Ethex, terlihat wajahnya letih.

Zaenab Ratu, yang mengenakan kemeja warna merah, adalah penyair paling muda di antara penyair yang puisinya masuk dalam antologi puisi ‘Negeri Awan’. Dia dilahirkan tahun 2000, sehingga usia dia baru 17 tahun. Dia membacakan dua puisi karyanya.

Selain para penyair yang membacakan puisi karyanya, ada beberapa pembaca puisi, yang ikut tampil membacakan puisi penyair yang tidak hadir. Para pembaca puisi ini memiliki profesi berbeda-beda, tetapi mempunyai kecintaan terhadap puisi. Dadang Koesdarto, seorang disainer Yogya, membacakan dua puisi, Zanita Nita seorang pegawai negeri sipil di Pemda Bantul, dan Yudah Prakosa, seorang jurnalis televisi. Selain itu, tampil juga membaca puisi Bambang ‘Bhe’ Susilo, Dyah Kencono Wungu dan Ninuk Retno Raras.

Sastra Bulan Purnama yang diselenggarakan secara rutin tiap bulan, pada edisi ke 70 di bulan Juli 2017 bertepatan dengan Hari Puisi Indonesia 2017, sehingga Sastra Bulan Purnama kali ini sekaligus untuk merayakan Hari Puisi Indonesia 2017. (Laporan: Ons Untoro)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *