Puisi: Anak Malam – Husain Landitjing (l. 1938)

Husain Landitjing (l. 1938)
Anak Malam

malam yang bergetah
menampung kehitaman resah, ketika
pintu tertutup rapat; — seperti
pada seribu malam yang dulu juga
koyak moyak dengan nasib
Bersama diriku yang —
terengan-engah kelelahan
dalam waktu yang nanar;
jalanpun hilang sejenak dalam ingata
sementara lapar mengganggu
ketika tiba-tiba sepi jadi berkuasa
semakin menggugat indra
hingga bintang-bintang gemetar di cakrawala
sedih memandang diriku
terkatung-katung di larut malam yang dingin
tanpa perlawanan;
bunga angina resah di atas pohonan
mengaduh pada waktu yang sia-sia
sementara batas setiamu berakhir; kemudian
jam pun melewatkan kasih yang luhur
ketika rumput basah,
dengan bumi yang sunyi
kepayahan!
wahai musimku yang tiada berubah warna
waktu semakin rusuh
hingga kebenaran dimiskinkan
anggota kamu terhormat
lewat suaranya yang keramat; lewat
kegawatan bumi ini!
jadi, —
aku pun hanya sampai dapat berteman dengan hati
menulis Sajak di atas jalanan
sementara mengunyah kenyataan yang pahit
dalam kata-kata sederhana
seperti pernah dulu,
sekira mungkin lapar kuhalau
di malam yang bergetah
dan kepercayaan akan kesanggupan membangun pribadi
tidak punah lantaran duka cita
dan akan kuhitung kembali segala utang dengan baik
semoga renungan menyalakan lagi sukma yang lelap
dalam kesunyian ini

Sumber: Horison No.3, Th. V, Maret 1970

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *