Badruddin Emce (l. 1962)
Diksi Para Pendendam
Tangan untuk melupakan nyaris tak punya.
Kami hanya punya tangan untuk mengingat.
Tangan ini, tanpa menunggu perintah
rasa lapar,
mengais-ngais di antara garis:
Namamu, dengan huruf legam kayu arang,
terus merambah sisa-sisa pohon di hutan.
Tempat kelahiranmu dahulu berjalinan
kara-cincau,
kini bertegakan tiang kemarau.
Kau tahu, di desamu ribuan sumur digali
hanya untuk memahamimu?
Tanggal lahirmu adalah hari sial orang-orang
yang mengiramu malaikat
atau jalan cepat menuju hakekat.
Agamamu telah mendorong kami
saling mencurigai.
Saling melarang berbuat baik
dan bersungguh-sungguh.
Pendidikanmu membuat kami harus belajar
lebih keras,
hanya untuk mengejar tempat teratas.
Pekerjaanmu sungguh membuat kami
harus mengulang yang tak perlu:
Buku-buku yang kami cetak
ternyata tak pantas dibaca anak-anak.
Alamatmu membuat kami kesasar
dan hari ini kami masih terus bertengkar
Bagaimana bisa keluar dari belukar.
Nomor ponselmu mendorong kami
berselingkuh denganmu
hingga kehabisan gairah untuk wujudkan yang nyata.
Hobimu menjadi anak-anak.
Hanya para pendendam tega menyalahkanmu,
lalu menangkapmu, memenjarakanmu
seumur puisi.
Sebuah kata yang tak pernah tepat
di baris manapun
telah memaksa kami untuk memilih
dan berhimpun.
2007
Sumber: Diksi Para Pendendam; Akar Indonesia, Yogyakarta; 2012)