Jun Nizami (l. 1986)
Gadis Sajira
Tak ada sajak yang tak retak, Yara
gadis yang di matanya tertanam bibit duka.
Tempat akar hendak dan tahuntahun
mendidihkan airmata kelak. Sebab di situ, kulihat
seluruh kata-kata yang renta,
lantas sempurna meremajakan diri
lantas melapal kenangan berulang-ulang kali
Telah kusinggahi matamu, namun perjalanan mengalir
masa silam adalah mata air. Dan seperti tempat-
tempat sebelumnya sepanjang pengembaraanku
aku tahu, bahwa tak ada satu kota pun yang akan
luput dari kunjungan; nama lain untuk sekian kepulangan
Sampailah stasiun, di mataku yang ngungun.
aku tak tahu mengapa hatiku mudah sekali gemetar,
bahkan oleh suara sekecil apapun; nafas daun, bisik selamat jalan,
atau bahkan oleh suara cangkir kopi yang diletakkan
Dan bagaimana Zamfir yang membuat lagu sendu,
lantas menceritakan kenangannya nyaris tanpa kata-kata
kepadaku
Sepanjang jalan, palem yang melambai,
kotamu, berpuluh kelokan, dan angin dari bukit-bukit
yang sabar. Adakah yang lebih mendebarkan selain
kepergian?
Lantas kau bertanya, mengapa aku begitu betah
berrumahkan perjalanan, menyerahkan diri pada puisi,
dan pada kenangan yang sebenarnya tak perlu dihiraukan
Menjawab itu, betapa sama sulitnya dengan menjelaskan
kenapa aku selalu merasa terhibur oleh kesedihan,
dan kenapa aku bisa jatuh cinta pada seorang perempuan
yang sama berulang-ulang
2011