pernah kutuliskan nama kita dengan kapur
di papan paling bawah
sebab aku tak mampu naik lebih tinggi
untuk menuliskannya di atas namamu,
namaku
lalu huruf-huruf itu berlompatan menari-nari
menjelma larik-larik angan yang kita tenun
menjadi ingin berubah jadi mimpi dan doa-doa
yang kita tangkup dalam genggam kecil kita
yang mendesah dari bibir kita
dan aku beruang lalu kita bertengkar siapa yang lebih kuat
lain hari kau ingin singa dan aku harimau
dan kita bertengkar siapa lebih berani
tetapi ketika kau ingin jadi bakmi dan aku soto
kita tak sempat bertengkar
malah ingin bertukar
tak berani bersikukuh mana lebih nikmat
sebab dua-duanya terlalu ajaib untuk kita
dua kemewahan yang boleh kita cicipi
hanya ketika `beruntung’ mendadak sakit
berbagai peristiwa menghadang langkah
membuat kita tumbuh berbeda
tak lagi kita soalkan siapa bertubuh lebih tinggi
siapa lebih gemuk dibesarkan dari dapur ibu
yang sama dari periuk belanga dan lelah ibu
yang sama dengan doa yang dilangitkan ibu
yang sama dari garis yang sama lalu kita berangkat
menyongsong angin ke negeri jauh
tetapi arus ombak badai dan halang rintang
membuat kita tiba di akhir yang berbeda.
salamku,
saudaraku jika nanti aku ziarah lagi
di tiap helai bunga yang kutabur
akan kutuliskan lagi namamu dan namaku.
2015