Puisi: Lhok Nga, Ketika Luka Lupa Menutup Mulutnya – Muhammad Subarkah

Muhammad Subarkah
Lhok Nga, Ketika Luka Lupa Menutup Mulutnya

Di manakah rumah sepi bila sunyi bersembunyi dalam rengkah kubah. Matahari tetap saja tertidur dalam dekapan pekat lumpur. Remah menyelimutinya sementara luka mendengkur lupa menutup mulutnya.

Lhok Nga, lembah pantaimu hanyalah kubur batu. Tempat kupak rambut kulit kepala bersemayam. Alamat sepi pada tubuh tangan kaki kaku bayi menggapai. Dan, tulang tungkai yang berjuluran di jalanan.

Di balik jembatan runtuh seorang seorang ibu berjalan tertatih menyeret jasad anak perempuannya. Wajahnya pasai seperti dinding kapur. Mulutnya meracau mengeja mimpi-mimpi malam pengantinnya. Parau teriakannya: ”Biar kutanam sendiri tubuh anakku. Biar tumbuh menjadi pohon kelapa. Biar menjulang seperti kubah!”

Mayat pun kemudian dimasukannya ke dalam bekas lobang golf. Tak cukup untuknya, lalu diremasnya. Anjing lapar pun ramai bersorak. Inilah saatnya pesta!

Dari bilik kedai kopi para lelaki berselempang senjata hanya memandangnya. Mereka berbicara dalam nanar. Lupa bahwa hari ini tak ada lagi gulai ganja usus buntu. Karena semua belatung dan semilyar bakteri isi perut telah termuntahkan di sini.

Di Lhok Nga semua doa nyeri memejamkan mata. Tapi, luka terus mencoba mencari alamatnya?

Januari, 2005

Sumber: Republika, 19 Agustus 2007

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *