Puisi: Lingkaran di Bawah Pohon Pertemuan – Dedisyah (l. 1977)

Dedisyah (l. 1977)

Lingkaran di Bawah Pohon Pertemuan

Zappa. Zappa.
Di bawah naungan
pohon pertemuan,
duduk bersama di lingkaran
Menghayati napas
dan tulang punggung.
Menyadari diri sendiri,
menyapa diri sendiri,
berdiam dalam sendiri.

Tubuh-tubuh telanjang
memasuki alam.
Membebaskan tubuh
dari bingkai-bingkai pikiran.
Marilah mulai bergumam
dan ziarah ke masa silam.
Maka, terbukalah sayap-sayap malam
mengangkat sukma
anak-anak muda
ke udara.

Ya, memang
sekujur tanah ini telah banyak kenangan,
namun juga banyak dendam.
Ada wajah-wajah nenek moyang
hanyut terbawa sungai ke samodra;
Kartini berkirim surat gugatan
ke negeri Belanda
Arok menyelinap di antara pohon pisang
bersiap mengancam kemapanan
Pakodato di atas vintas,
menaklukkan ombak samodra Hindia.
Sedang di sini suatu ketika;
selembar kondom tergencet roda mobil mewah
berplat warna merah

Dan memang,
wajah-wajah terus saja berubah,
sebab pikiran,
erat bertaut dengan keadaan.
Aliran sungai yang sama
mustahil kembali dijumpa.
Generasi-generasi pendahulu
segera diganti generasi-generasi baru.
Jaman bergerak,
terus bergerak.
Jaman berjuang,
melahirkan generasi pejuang,
Jaman damai,
melahirkan generasi lunglai.

Zappa. Zappa.
Hari-hari kuliah,
dalam ruangan penuh ceramah.
Menghafal diktat-diktat purba.
Praktikum
dan laboratorium.
Ujian akhir
dan tengah semester.
Peraturan
dan tekanan dosen.
Tawa dan bicara basa-basi,
wajah-wajah tanpa ekspresi.
Total jenderal,
kopi dan tebu,
hasil program tanampaksa pendidikan.

Ayolah,
berlatih menggerakkan jiwa!
Saatnya sekarang, Antigone
Plato, Sokrates, Aristoteles
Pushkin,
satelit,
sembelit politik,
pergerakan alam,
perkemahan kaum urakan,
atau apa saja tentang kehidupan.

Asing terhadap diri sendiri,
terjerembab ke dalam lubang anarki,
lantas membrengsek keadaan atas nama protes,
sambil membakar ban bekas.
Menjadi penimbun bensin dan beras.
Aparat yang biasa korupsi.
Mafia di belakang kerusuhan dan demonstrasi.
Teroris yang meledakkan kepala saudaranya sendiri.
Atau pemimpin yang lebih percaya diri
dengan hutang luar negeri,
daripada bertumpu daya sendiri.

Hidup tanpa dasar kehidupan
dan bertumpu atas nilai pasar
adalah hidup tanpa akar.
Aturan utamanya
ialah mencuri selisih,
atau menumpuk barang di gudang.
Karena ilmu ekonomi
diterjemahkan sebagai ilmu efisiensi dan monopoli,
bukan ilmu saling mencukupi.
Keluhuran teori,
tanpa dilandasi semangat implementasi
adalah masturbasi.
Sama halnya,
membangun landasan etika dan moral
di bawah pedoman lagu rock n roll.

Seorang anak muda linglung
tak tahu apa mesti diperbuat,
bagaimana berbuat,
dan mengapa.
Dengan bangga nerocos bicara
tanpa paham ujung-pangkalnya.
Menerima kemapanan sebagaimana adanya
tanpa suka bertanya perlu dan manfaatnya.
Bahkan, dengan wajah yang bego
berusaha sembunyi dari tanggung jawab.
Lantas hendak menjawab apa?
Bukankah tanggung jawab
adalah kewajaran dalam hidup?
Bukankah hidup kehilangan arti
tanpa keluhuran hidup itu sendiri?
Yakni, apabila seorang manusia,
telah menunaikan
tanggung jawab kehidupannya,
atau memperjuangkan sikapnya
dalam suka maupun duka.
Jika ada sejumput niat baik,
sisa sejumput itulah
yang harus dipertahankan.
Sebenar-benarnya,
tak ada yang istimewa
karena itu adalah hal yang sudah biasa,
bagi manusia fana;
sangat-sangat-sangat biasa.
Jadi mengapa enggan
duduk dalam keheningan?
Sikap ragu-ragu,
akan membelenggu kesadaran,
untuk mengolah kemungkinan-kemungkinan.
Dan rupanya,
kesadaran benar-benar
sudah menjadi patung batu
dan candi-candi masa lalu.
Ya. Ya.
Patung batu semakin kukuh,
candi-candi tertutup lumut,
dan rumpun ilalang sudah tumbuh.

Hening malam
bertiup angin.
Anginnya kelam
menyusut bathin.

………………………..
Apakah kita generasi kemudian
yang termangu di halte-halte pemberhentian?
Lampu,
listrik,
atom,
matematika,
astronomi,
obat-obatan,
dan apakah yang sudah kita sumbangkan
kepada umat kehidupan?

Ada kurasakan
satu elektron berputar-putar
pergi meninggalkan atomnya.
Alam semesta terbentang,
seluas mata memandang;
kedua tangannya terbuka,
lebar-lebar,
lalu ia bergumam: zappa, zappa.
Tubuh-tubuh telanjang
memasuki pelukannya.
Sayup-sayup terdengar suara serangga
di pedalaman hutan Kalimantan,
pohon-pohon tumbang,
deru pesawat terbang,
gemerisik kabut dari langit,
lumba-lumba di permukaan laut,
raung sirine,
suara doa-doa dari surau,
Arok berbisik
vintas Pakodato menderit,
sobekan kertas surat Kartini,
aroma rempah,
bau limbah di permukaan kali,
bau lumut,
asap knalpot,

dan sebentuk rembulan bulat
di atas puncak menara.

Jagakarsa, November 2006

Sumber: Sajak Perjalanan Pertama (Jejak Publising, Yogyakarta, 2009)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *