Puisi: Mengisi Teka-Teki Silang – Sunlie Thomas Alexander

Sunlie Thomas Alexander

pada delapan kotak mendatar
di deret pertama, tiba-tiba kau temukan
sebuah kota jepang yang pernah luluh lantak

tapi menurun ke bawah, enam kotak
kue telah terhidang jelang hari raya;
         ah betapa lezat saat terbayangkan!

lalu kota-kota lain, besar-kecil, bermunculan
         sebagian dengan simpang siur jalan
                 yang menyesatkan ingatan
sehingga sementara terpaksa
         kau tinggalkan dan berpaling
ke sebuah daerah penghasil tebu
                 di selatan kalimantan

menyamping lagi kau mendengar lagu lawas
yang dibawakan seorang penyanyi pop tenar
diiringi tabuhan sebuah alat musik tradisional

begitulah kau terus menimbang kata,
         mengukur panjang sebutan
sembari sesekali menyangsikan
         kesahihan pengetahuan, rapuhnya kenangan

ah, terkadang lama kau termangu
         di depan sederet kotak; merasa sia-sia
membubuhkan arti yang berlawanan

acap juga kau meragu, misalnya
         sungguhkah nama yang kau isi itu
                 seorang pahlawan?

seperti juga kau tak yakin pada
jumlah kota yang jatuh di sisinya,
dan tampang santa yang samar-samar
dulu tergantung di dinding sekolah

kadang-kadang pula kau demikian kesal
sehingga terlontarlah kata umpatan
         (yang tiada mungkin ditanyakan)

lantas dua kali kau terpaksa membuka kamus kumal
tapi, “hei, apa orang rusia menyebut ular?”

dengan was-was kau pun menerka-nerka
binatang buas apalagi yang bakal muncul
         selanjutnya secara mendatar

untungnya masakan dan penganan
kembali menggoda di jajaran berikut dan
membuatmu sejenak melupakan kegundahan

itu sebelum kau menyeberangi sebuah pelabuhan
yang mengantarmu bersua dengan satu kanal di eropa
         dan dewa asmara dalam mitologi roma

tapi selepas suku indian menghisap pipa perdamaian
seorang bajingan lagi-lagi mengumumkan perang
                 dalam bahasa nasional pakistan

dan oh tuhan, dua diktator
akhirnya bersalib di perempatan!

hm, apa kata lain untuk kecemasan?

begitulah, dengan sedikit tak sabar
juga sisa kantuk yang tertahan
         kau masih terus menakar:
menghitung huruf, mengingat nama
         menguji kata, sesekali pula
                 berkhianat kepada bahasa

seolah-olah menulis puisi saja layaknya!

: dan di luar rumah, lamat-lamat
keluh-kesah seperti bersilangan

2015- 2016

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *