Ramayani Raince
Aku perempuan yang tak lagi perawan oleh tuan yang dermawan
aku melihat langit begitu terang melayangkan angan yang terbang
tapi matahari begitu terik dalam riang yang ingin kugapai
dan berita menunggu riak riak yang menunggu dipelabuhan
Aku lupa adat istiadat dan martabat karna kilau yang lebat
aku terlempar oleh malu yang telah tergantikan oleh rok mini
sarung dan baju kurungku disimpan oleh ketua adat
untuk upacara mengenang legenda negeri beradat
Tapi aku harus bertahan hidup
dari ribuan kalimat kalimat kusam
yang tak pernah menyisakan kata dan nyawa untukku berangkat
mulutku telah tertawan
kaki ku telah bercawan
hatiku terus berkaca kaca dan meneteskan darah
karna luka yang kupendam
aku hanya menjadi mimpi buruk yang ditinggali oleh malaikat
yang merenggut mimpi dalam jalan yang telah terpotong
Adakah peci putih itu memberikan doa untukku kembali
walau dengan mata yang setengah terbuka
pasangkan jilbab di kepalaku ya alim
berjuta juta butir keringat yang kusimpan mencari fiqih yang mengembalikanku
Kalau ayat ayat tuhan itu terlalu jauh dariku
kenapa nadiku belum berbatas
bukankah ada ruang untukku memakai kembali sarung dan baju kurungku
agarku mampu menyunggingkan senyum dalam lenggang riak batanghari
dan menyunting jari nan sepuluh untuk negeriku
Jambi, 2008