Puisi: Potret Kota Malam – Iyut Fitra

Iyut Fitra

(tentang hujan yang turun semalaman. ia tuliskan sebisanya)

detak waktu. jalanan basah yang bercakap dengan bulan lembab
adalah sunyi lorong juga tiang. ia lihat pengemis tua tak bertudung
dikunyahnya pahit sepotong mimpi. seraya (mungkin) mengeja cinta
pada kampung entah di mana. ia lihat dua pengamen kecil dengan kulele
dan tamborin. lagunya gigil serta daun-daun hanyut, “di sana tanah air beta
dibuai dibesarkan bunda…” lalu mereka guncang simpang dan traffic light
sampai serak segala harapan. sampai putus tali-tali penantian

(tentang kata-kata yang ia tulis semalaman. hujan turun jadi puisi)

malam kian pucat. yang terdengar hanya rintih atau mungkin lirih
ia lihat perempun dengan gincu ungu. parfumnya menyengat ujung gang
lagu-lagu dangdut dan lelaki yang tergoda. membaur di ranjang murahan
“selamat malam duhai kekasih…”
ia lihat tiga empat anak muda mabuk. bercerita tentang kursi, tong sampah
serta pencuri kertas. kemudian saling tinju dan memaki
kemudian muntah tepat ketika hari mulai berganti pagi

(tentang potret kota malam. ia tuliskan sebisanya)

Payakumbuh, Desember 2012

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.