Frischa Aswarini (l. 1991)
Di Ruang Tunggu
sambil melipat sajakmu di koran Minggu
kudengar dua orang bercakap
di kursi belakang
saling bertukar kabar
kisah lama masing-masing
di ruang tunggu bandara itu
aku duduk di kursi panjang
bersisian dengan kenangan
sepintas teringat waktu pertama naik kereta
dari Jakarta ke makam Rendra
wajah bocah penjual tisu
dan suara penyanyi merambat
terasa asing juga akrab
di dalam saku
tersimpan sobekan karci
bersama mimpi penyair dan ilhamnya
sapa dari pengeras suara
buyarkan lamunan
perjalanan lagi tertunda
dua orang di belakang
kini mengenang pertemuan
bertahun silam
mungkin sahabat masa kecil
terpisah tanpa surat dan titipan alamat
di sudut ruang tunggu
Waktu termenung sendiri
satu jam lagi
ia pun turut terbang
melintasi pulau dan benua
sambil iseng
menghitung usia siapa saja
dengan tangan tuanya
diam-diam dia mengintip sajakmu
terlipat dalam kerinduanku
pada ilham pertama puisi
pada wangi mawar segar
yang kuambil di nisan penyair
diam-diam ia menerka
apakah sahabat itu
akan menepati janji
bertemu kembali
atau ingkar
saling berpura-pura
tersesat tanpa alamat
aku curi pandang dengannya
ingin aku bertanya
apa tiket di dalam saku
akan mengantarku
ke tempat tujuan
atau pudar dalam cahaya
di atas awan
terbakar dalam api sunyi ajal
di tebing gunung
atau lubuk lautan
tak mampu kuramu
semua bayang itu
antara hidup dan maut
saling bersitatap di ruang tunggu
sama-sama menanti
apa yang kelak terjadi
maka kini biarkan aku
mengkhusyuki sajakku sendiri
sambil mengingat janji
pada Puisi
Sumber: Tanda Bagi Tanya (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2017)