Puisi: Terdampar – F.L. Risakotta

F.L. Risakotta
Terdampar

I.

di Peking aku berkaca, wajah seorang manusia
nyata membayang kemenangan

kulintasi Huang Ho dan Yang Tse
wajah tambah seribu kejayaan dan harapan

di Kunning cinta terpisah di batas nyata
terasa menenggelamkan dalam-dalam kasih seorang ibu
di Rangun cinta utama mati di arus peminta-minta
membangkitkan kepayahan dan kepedihan

ketika seika melintasi jalan berdebu
akau terisi di bumi begini amis
terpisah dari kasih dan cinta manusia
karena dahaga lapar teman keperihan ketika matahari dan bulan

di Peking bernapas cinta manusia abadi
di Rangun aku bernapas kematian hari

II.
ya, burung-burung yang datang dan pergi di Rangun kini
Jakarta kaki di jendela dan pintu kamar ini
biar bahagia datang membenarkan hati

cigan datanglah di musim hampir tua
karena usia mengetuk dan bertanya
biarlah bahagia menemukan rupa di wajah hampa

andai puluhan pagoda sole mengemas atas hampa
seribu Budha di tiang batu menghadap barat
meminta cinta kedamaian umat
pada kebiruan hari setipis ini

biarkan seribu pagoda dan Budha ceritakan damai
dan chigan hidup di jendela beribu kali
tapi bila hati tiada meronta untuk mencari
damai tiada kekal jika hati tetap menanti

III.
di Peking aku senyum menemukan hati sedamai ini
di Manila, Hongkong dan Rangun cintaku tak pernah kembali

terdampar di bumi hitam, hitamlah negeri jutaan tahun
hanya jika api terbakar di Peking atas lautan dan lembah
dan bila warnanya menjilat Mnila, Hongkong dan Rangun
pasti aku berkaca atas manusia abadi.

Rangun, 11-11-58.

Catatan:
seika = becak di Rangun
chigan = burung alap-alap yang mendatangkan bahagia bila hingga di jendela dan pintu
pagoda soke = pagoda mengemas yang besar di Rangun

Sumber: Harian Rakyat, 27 Desember 1958; dalam Gugur Merah (Merakesumba, Yogyakarta, 2008)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.