Puisi: The Godfather – Saddam HP (l. 1991)

Saddam HP (l. 1991)

The Godfather

                                                                  : Mario Lawi

/1/
Corleone yang manis dan sakti bersandar di lautan dan mengusirku setelah menjadi peluru bagi keluargaku. Satu untuk ayah. Satu untuk ibu. Beberapa untuk kakak. Aku hidup dengan nama kotaku, tapi kota tak  pernah tinggal dalam diriku. “Tak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya, apalagi penyamun,” kalian bergumam sambil menyisir rambut anak gadis dengan bom dan teror. Hujan yang telah mempermandikan bumi sebelum langit terbelah dan padri mengucapkan, “Aku membaptis kamu dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus,” tanpa pedang, senjata dan bendera. Bertahun kemudian, kudengar keluh kesah kalian ketika derita menghampar seperti permadani dan kalian berjalan di atasnya.

/2/
“Aku akan membuat tawaran yang tak mampu ditolak seperti Abraham kepada Tuhannya bagi Sodom dan Gomorah,” katamu ketika seorang tukang kubur meninggalkan kafan dan pulang tanpa berpaling. Kau terkenang asin laut Sisilia dan ibu yang dibunuh di depan mata seorang anak – tak ada requeim. Minyak zaitun belum dituang dalam bejana untuk menyembunyikan pisau yang membayangi lambung si pembunuh.
“Tak ada yang bisa berunding denganku, Don Corleone. Tak ada,” kataku dengan suara maut yang lebih hening dari dinding-dinding kastil itu. Di perjamuan ini, tubuh telah usai dipecahkan dan kau ingin menuang anggur ke dalam cawan anak-anak serani, tapi kematian tidak dibicarakan di meja makan, bukan?

/3/
Aku rela terbakar di neraka, demi membuat kalian merasa aman. Kini boleh kupindahkan surga dari roma, Tuan?”

/4/
Kau memang lincah menembak, tapi peluru yang menembusi waktu akan merindukan dadamu yang renta. Ingatkanhkau pada khotbah jubah Latin; barangsiapa yang hidup dengan peluru akan binasa oleh peluru? Tak ada yang bisa mengubah takdir, bila aku telah menegaskan kakiku menjemput Pulang.

/5/
“Vito itu hidup,” di ruang kerja kusentuh hati kalian dengan tanganku yang tak akan ditembusi paku meski sertahun tahun terluka.

(Lasiana, 2018)

Sumber: Koran Tempo, 30-31 Maret 2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.