• Mata Puisi
  • Vlog Juru Baca
  • Arsip Horison 1966 – 1990
Antologi Hari Puisi

Menu

Skip to content
  • Beranda
    • Esai
    • Buku
    • Puisi
    • Penyair
    • Wawancara
  • Antologi Tumbuh
  • Situs Bagus
  • Daftar (sementara) Penyair

Eka Budianta

Puisi: Di Atas Kata Mati – Eka Budianta (l. 1956)

Posted on 12 Desember 201712 Desember 2017 by Editor

Eka Budianta (l. 1956) Di Atas Kata Mati Katakan, aku tidak sedang menunggu jenazahmu, sayang. Ini hanya hidup, hanya sepotong kegiatan kecil di atas napas sejarah. Tahun-tahun itu, cinta kita, […]

Posted in Puisi Tagged Eka Budianta, Puisi Leave a comment

Puisi: Potret Penyair – Eka Budianta (l. 1956)

Posted on 12 Desember 2017 by Editor

Eka Budianta (l. 1956) Potret Penyair Untuk apakah hidup ini Selain nulis sajak buatmu Kudengar alam bersajak Kudengar burung, angin, ombak Awan dan matahari menari Boeing bergerak, dunia berdandan Untuk […]

Posted in Puisi Tagged Eka Budianta, Puisi Leave a comment

Puisi: Perjalanan Sungai – Eka Budianta (l. 1956)

Posted on 26 Juli 201712 Desember 2017 by Editor

Eka Budianta (l. 1956) Perjalanan Sungai (1) Sungai yang dulu menangis Di antara batu-batu di pegunungan Sekarang telah sampai di kota Dan akan terus menuju ke laut Tak lagi terdengar […]

Posted in Puisi Tagged Eka Budianta, Puisi Leave a comment

Puisi: Sebelum Laut Bertemu Langit – Eka Budianta (l. 1956)

Posted on 26 Juli 201712 Desember 2017 by Editor

Eka Budianta (l. 1956) Perjalanan Sungai Seekor penyu pulang ke laut Setelah meletakkan telurnya di pantai Malam ini kubenamkan butir-butir Puisiku di pantai hatimu Sebentar lagi aku akan balik ke […]

Posted in Puisi Tagged Eka Budianta, Puisi Leave a comment

Puisi: Sebuah Perjalanan – Eka Budianta (l. 1956)

Posted on 12 Januari 201712 Desember 2017 by Editor

Eka Budianta (l. 1956) Sebuah Perjalanan kekasihmu telah pergi jauh melalui liku-liku di pegunungan menyusuri jalan pasir sepanjang pantai penuh dengan sampan-sampan yang kini tinggal siluet di hatinya kekasihmu telah […]

Posted in Puisi Tagged Eka Budianta, Puisi Leave a comment

Kategori

  • Agenda (14)
  • Anekdot (10)
  • Apresiasi (1)
  • Buku (10)
  • Dari Kami (6)
  • Esai (129)
  • Lokomoteks (2)
  • Majas (2)
  • Penyair (13)
  • Puisi (1.972)
  • Puitika (3)
  • Wawancara (2)

Arsip

RSS Antologi Hari Puisi

  • Puisi: Candi – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Mitomania – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Setengah Sendok Makan – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Indeks Penyambung Lidah – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Pudak – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Kota Kematian – Rizki Amir (l. 1995)

Tag

Abdul Hadi WM Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agam Wispi Agenda Amir Hamzah Anekdot Aslan Abidin Asrul Sani Avianti Armand Ayatrohaedi Badruddin Emce bukhari aljauhari Chairil Anwar Dami N. Toda Doddi Ahmad Fauji D Zawawi Imron Esai Frans Nadjira Goenawan Mohamad Hasan Aspahani Hasif Amini HPI2017 HR. Bandaharo J.E. Tatengkeng Korrie Layun Rampan Mh. Rustandi Kartakusuma Muhammad Yamin Nina Minareli Penyair Puisi Putu Vivi Lestari Rendra Rida K. Liamsi Rivai Apin Saini KM Sapardi Djoko Damono Sitok Srengenge Subagio Sastrowardoyo Sutardji Calzoum Bachri Taufiq Ismail Tjak S. Parlan Toeti Heraty Trisno Sumardjo Wiji Thukul

Hari Puisi | Antologi Puisi Indonesia

Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu. Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat - "Catetan Th. 1946" - Chairil Anwar

Tulisan Terbaru

  • Puisi: Candi – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Mitomania – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Setengah Sendok Makan – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Indeks Penyambung Lidah – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Pudak – Rizki Amir (l. 1995)

Kontak Kerjasama

jurubaca@gmail.com (Email) 081218114482 (WA)

Kategori

  • Agenda (14)
  • Anekdot (10)
  • Apresiasi (1)
  • Buku (10)
  • Dari Kami (6)
  • Esai (129)
  • Lokomoteks (2)
  • Majas (2)
  • Penyair (13)
  • Puisi (1.972)
  • Puitika (3)
  • Wawancara (2)

Telusuri Isi

Arsip

Antologi Tumbuh

Situs ini berupaya memuat puisi Indonesia dari titik awal sejauh yang bisa kami telusuri, hingga ke titik paling mutakhir di mana kami yakin puisi tersebut telah atau akan meninggalkan jejak yang  mewakili perkembangan dan pencapaian serta memberi sumbangan yang memperkaya cara ucap dan tema dalam puisi kita.

Sejak 2016 | Dikelola oleh Hasan Aspahani