Warih Wisatsana
Erawan
Berhutang pada siapakah hidup ini?
Di dekat rumahmu, sebelum gang buntu
atau sekelok sajak dari masa kanak
Seperti biasa dengan tekun dan sabar
Para penjaja itu mengacungkan patung budha
Tak peduli torehan kasar, pahatan tak selesai
memodai wajahnya yang hening ini
Melampaui siang hingga petang nanti
Mereka akan menghampiri siapapun
Mengulangi tawaran nasib baik yang sama
Sambil mengingat sebungkus nasi dan seteguk kopi
harga hari tak terganti sebelum mati melunasi janji
Selalu seperti biasa sang welas asih itu
masih terus memejamkan mata
Seakan tak tergoda nyanyian duniawi
Angan sorgawi diri kita yang tak ingin percuma
Tak kuasa menolak bujukan suka dan duka
Selubung bayang yang mengelabui pandang
Berhutang pada siapakah nasib baik ini?
Lihat gantungan kunci kayu itu
Tiruan lingga yoni yang sempurna
Menggoada mata kita hingga ke alam niskala
Merasa diri sudah sungguh wanaprasta
tapi nyatanya tak kunjung jadi pendeta
Padahal telah direntang garis dan warna
Telah dibentangkan segala aksara
Melampaui semua mantra serta seluruh rajahan rahasia
Berkali pula mengiring arakan lembu dan naga banda
Sepanjang doa dirundung kidung juga gamelan
Tikungan demi tikungan tak sampai tujuan
Jauh nian jalan pulang ke kawitan
Setiap waktu bertanya, kuyup hidup menemu jawab
Hutang piutang ini belum juga selesai terlunasi
2013