Esai: Lima Paradigma Subagio

Lima Paradigma Subagio

Oleh Hasan Aspahani
 
 
Pasal 1. Jangan menyekatkan perhatian hanya kepada diri sendiri.

Penjelasan: Perhatikanlah diri kita, tapi perhatian kita jangan hanya tersekat pada kepada diri sendiri. Sehebat apapun, kita hanya punya satu kehidupan yang amat sempit dibandingkan betapa banyak kehidupan di luar diri kita. Perhatikan kepada kehidupan lain di luar diri kita akan memperkaya kita dan juga membuat lebih mengenal siapa kita sesungguhnya.

Pasal 2: Sajak yang hanya berisi sedu-sedan dan keluh-kelah bukan sajak yang cukup berarti.

Penjelasan: Sajak seringkali suka menempuh jalan sunyi. Sajak kerapkali berisi perayaan atas sedih dan duka. Sajak acapkali seperti meruapkan aroma darah yang menetes dari hati yang luka. Tapi sajak yang baik tidak menjadikan kesunyian, dukalara dan luka itu sebagai alasan untuk jadi cengeng, tersedu-sedu dan mengumbar keluh-kesah. Sunyi, duka dan luka di dalam sajak hendaknya bisa mengingatkan bahwa memang mereka adalah bagian mutlak dari kehidupan. Sunyi, duka dan luka di dalam sajak yang penuh bermakna mampu menghadirkan alasan bahwa hidup memang berharga untuk dilanjutkan.

Pasal 3: Penyair harus mempertalikan diri dengan lingkaran dunia yang lebih luas.

Penjelasan: Mempertalikan diri berarti kita menaruh perhatian, meluangkan waktu untuk melihat gerak-gerik dunia: alam, binatang, benda mati, langit, dan manusia, sesempatnya. Pasti ada yang luput dari perhatian kita, tapi selalu saja ada yang hanya kita sendiri yang melihat gerak-geriknya. Kita yang memberi makna pada gerak-gerik yang remeh itu. Setiap kali menemukan sesuatu dari dunia luas yang sedang diperhatikan maka kita sedapat mungkin terpandang juga pada diri sendiri, yang ternyata ah betapa kecilnya.

Pasal 4: Tema cinta abadi dalam sajak.

Penjelasan: Kupaslah sajak sampai ia telanjang bulat, maka yang tersisa adalah Cinta. Bawalah sajak jauh mengembara, maka ia selalu bisa dikembalikan pada Cinta. Yaitu Cinta pada indahnya kebenaran, kedamaian, dan damba untuk mewujudkan keadaan terbaik yang paling mungkin untuk dicapai.

Pasal 5. Sajak adalah catatan pengalaman batin dalam menangkap dan merasakan cinta.

Penjelasan: Cinta yang ditangkap dan dirasakan oleh penyair adalah pengalaman batiniah. Menulis sajak adalah menjasmanikan rasa cinta itu. Sajak adalah catatan dari apa yang dialami oleh batin yang merasakan cinta itu. Di dalam sajak penyair tidak melulu hanya mencatat cinta, cinta, cinta dan cinta itu saja. Dalam sajak, cinta pun kadang hanya hadir sebagai rasa. Ia bisa dirasakan dari apa-apa yang dicatatkan oleh penyair. Sajak yang baik bisa menawarkan pengalaman batin bagi pembaca, dan si pembaca juga bisa menangkap dan merasakan cinta yang ada di dalam sajak itu atau bahkan cinta lain yang berada tidak pada sajak itu.

* Diolah dari “Kata Pengantar Penyair”, Subagio Sastrowardoyo pada buku “Dan Kematian Makin Akrab”, PT Grasindo, 1995.
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *