Binhad Nurrohmat (l. 1976)
Abu Mayat John Lennon
Tak mesti menangis saat bersedih.
Tak ada yang mengaku bahagia
atas kematian John di New York.
Walau bukan teman sekalipun,
seluruh dunia berkabung.
John ditembak mati penggemarnya.
Kematian selalu universal. Seperti tidur,
Coca-cola, bahasa Inggris dan bercinta.
John kian sohor.
Lelaki yang meminta tanda tangan
meledakkan pistol ke arah John
dan membaca novel Salinger
setelah John terkapar sekarat.
Sebelum menekan picu peluru,
konon pembunuh John berseru,
“Mister Lennon…”
Ratusan ribu orang berkumpul di Central
Park seusai John terbunuh dan dikremasi.
Setelah ditembak mati, tubuh John dibakar.
Tak ada penguburan dan ritus tahlil kali ini.
Seguci abu mayat John disimpan Yoko
di apartemen. John tak bisa lagi tidur dan
bertengkar dengan Yoko. John tak bisa
mabuk, konfrensi pers, bercumbu dan
memetik senar gitar di dalam guci.
Tiadakah orang religius penasaran:
John kafir atau beriman?
Seluruh dunia merindukan John bernyanyi.
John bukan agamawan yang suka berdoa.
John hanya serbuk halus di dalam guci.
Bukan penyanyi, piringan hitam atau piano.
Abu mayat John di dalam guci
adalah sungkawa bayanga lagu
yang tak pergi
dan tak lenyap
di Central Park.
Sumber: Kuburan Imperium (Diva Press, 2019)