Fadjroel Rachman
Halo … halo apa kabar Godot?
Ratusan hari kita berpisah, tahukan engkau aku
berada di mana?
Engkau masih tidur di pembaringanku?
Awas, kakimu harus dibersihkan sebelum naik
ke pembaringanku
Siapakah yang memberimu makanan sekarang?
Apakah engkau masih enggan memakan ikan asin?
Untuk sementara terimalah apa-adanya, ya Godot
Aku tersenyum pahit, makananmu lebih baik
daripada makananku di terali besi ini, apalagi
dengan makanan anjing tetangga kita
Kalau engkau berada si sini, kurasa sudah mati
kelaparan karena seleramu yang terlampau tinggi
Aku terkurung di terali besi, Godot
dan engkau masih bisa berpacaran di atas
genteng rumah
Bermesraan di pojok-pojok dapur, tetapi engkau
selalu saja membatalkan niatmu bila juru
masak lengah dengan semur dagingnya
Nah, sekarang bagaimana dengan pacar barumu
kucing tetangga kita, masih setia?
Ayolah, Godot, beraksilah, bukankah saat ini
musim hujan, tapi hati-hati dengan jantan-
jantan lain, tanpa kau sangka-sangka bisa
saja mereka melarikan calon ibu anak-anakmu
Pikatlah hatinya, beri si dia janji-janji surgawi
(Kalau terpaksa janji-janji pembangunan
boleh juga)
Insya Allah si dia akan setia denganmu
(Hai, kenapa kita selalu bersumpah atas nama
Tuhan ketika berpacaran. Lalu kalau kita
berpisah atas nama siapakah?)
Apakah jadinya kita ya Godot bila tak mampu
membuat janji, engkau dan aku akan senasib
menjadi gelandangan dari negeri ke negeri
tanpa peta, tanpa penunjuk arah
Lalu mabuk dan kesepian dalam pori-pori darah
Ya, seperti Hamlet kehilangan Ophelia
Ayolah Godot, yang penting jangan berantem
dan putus asa
Sampai jumpa lagi dalam pembaringan yang
sama 13 tahun yang akan datang
Hiduplah dengan menentang bahaya,
Sehingga di hari kematian kita, sahabat-sahabat
akan berkata
“Dia hidup; benar-benar hidup dan ada”
Kebun Waru, Desember 1989
Sumber: Catatan Bawah Tanah: Kumpulan sajak anak muda Indonesia dalam empat penjara (Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993)