Yona Primadesi
Amba
Namaku Amba; kijang berkepala perempuan.
Lututku pernah gemetar, untuk setiap panah, dilepaskan
bersama kalungan bunga, asap dupa dan sari berwarna
darah; mengusungku dengan keranda menuju halaman istana.
Ayahku tak menitipkan peta apalagi senjata
hanya kaki-kaki ramping, berlarian memanjangkan
silsilah dari sisi ranjang, dan Salwa tak lebih
Sapi dungu Saubala, melenguh ketika
Bhisma kegirangan memerangkapku
dari taman raja sebagai persembahan.
Namaku Amba, kutinggalkan kisah-kisah
yang memenjarakan, setelah mondar-mandir
dan menjadi gila karena mengutarakan cinta.
Aku menjelma melankoli, tersungkur
pada halaman-halaman, disesaki
para dewa, raja perkasa, kesatria, raksasa,
gandarawa, bahkan anjing Hastinapura.
2015