Nirwan Dewanto
Di balik dua butir apel selalu ada sekeping matahari
Hijau, sehingga pisaumu tentu akan tersipu malu
Menatap merah yang selalu padam itu.
Di antara dua potong roti selalu ada selapis jantung
Kuning, sehingga lidahmu pasti akan berhenti
Sebelum mencapai putih yang menyala itu.
Di antara hijau dan kuning selalu ada ekor rubah
Abu-abu, yang empunya hanya mampu bertahan
Di balik gaunmu, sebelum menerkam sajakku.
Di antara perutmu dan piring yang termangu, lapar
Bisa juga bernama bianglala, yang segera berakhir
Ketika aku menumpahkan sajakku ke mejamu.
Sungguh lapar dan birahi tak akan terlihat oleh mata
Yang tersembunyi dalam sajakku yang terlalu lama
Tersimpan dalam lemari es di sudut dapurmu
Di luas meja yang telanjur basah oleh umpama itu
Terkecoh oleh si matahari dan si jantung, rubahmu
Makan hitam berulam mata. Mataku barangkali.
(2009)