HR. Bandaharo (1917-1993)
Ayunan Cangkul
untuk bapak
kami ini sudah mati, pak
kami mati oleh peluru-peluru yang kami biayai;
kami mati mempertahankan ayunan cangkul
mana ada ayunan cangkul tanpa tanah;
kami pun mati mempertahankan tanah
dermo, termo di tanjungmorawa
kartosemtomo di binjai
di mana saja di seluruh tanahair
di mana saja di seluruh dunia
di mana kerja belum dibebaskan;
kami lahir bersama ayunan cangkul
kami bongkak karena ayunan cangkul
kami keluarmasuk penjara
kami diusir, tanaman kami ditraktor
kami dipindahkan ke tanah gersang
kami ditempatkan di rawa-rawa
di andarase, di tanjungmarahe, di sibongkok,
di sijanggang; di sijanggang,
di mana saja di seluruh tanahair
di mana saja di seluruh dunia
di mana saja kerja belum dibebaskan;
kami mati mempertahankan tanah
kami kembali kepada tanah
menjadi tanah;
makanya kami tidak mati-mati
pada setiap ayunan cangkul
di seluruh tanahair;
pada setiap ayunan cangkul kami hadir
kami, hadir, pak
(Medan, 1-1-1961)