Puisi: Berlatih Solmisasi – Dedy Tri Riyadi

Dedy Tri Riyadi

/do/

Seperti kau yang ingin
Menuntaskan cemas,
ia pun berhasrat
menunaikan gegas

perjalanan yang dimulai
dengan pertanyaan sendiri

: mau dan mampukah kau
berjalan sampai batas paling nyeri?

/re/
Hanya kau, katanya, yang harus
menjawab seluruh perjalanan
dengan sepenuh kesanggupan.

Ia hanya beringsut – menjauh sedikit
pada sebuah sudut agar kau semakin
mengerti

: hidup tak cukup dijalani
dengan bersungut-sungut.

/mi/
Jika kau – lagi-lagi – berhenti
dan memikirkan untuk kembali
pada awal perjalanan ini,

ia
justru menyesali keputusannya
untuk bermimpi. Menaruh harapan
sejauh-jauhnya ke sebuah ujung

yang akan membuatnya bertarung
dengan siapa pun.

Termasuk dengan dirinya sendiri.

/fa/
Kau inginkan fajar yang lain.
Fajar dengan seekor kucing meringkuk
di atas keset di depan pintu
dan tak mengganggu seekor burung coklat
yang baru turun dari ranting jambu.

Ia tahu, namun tak bias menjanjikan
Hal semacam itu setiap pagi.
Dengan kecupan penuh ragu di dahimu
ia ingin buktikan – selalu ada cara berbeda
untuk memulai hari denganmu.

/so/
Perjalanan ini tidak ditentukan
oleh siapa pertanyaan: siapa memulai
dan mengakhiri? Juga bukan dengan
– mengapa dimulai dan diakhiri?

Seperti seorang berlatih solmisasi
dari kunci nada paling rendah,
sampai pada suaranya terasa tak sampai lagi,
tapi ia tidak berhenti.

Ia selalu melatih pita suaranya
agar semakin merdu bernyanyi.

Nanti.

/la/
“Jangan tanyakan berapa lama
kau harus bertahan,” katanya.

Ia terdengar seperti suara
manja di tengah pertempuran.

“Jangan pula tanyakan kapan
aku harus berhenti,” pintanya.

Ia seperti nyeri. Bertubi-tubi.

/ti/
Pada akhirnya, yang kau bisa
hanya mengetuk dan bernyanyi,
bukan lagi mengutuk dan bermimpi.

2016

Sumber: Kompas, Sabtu, 3 September 2016

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.