Puisi: Bisik Malam – Djawastin Hasugian (l. 1943)

Djawastin Hasugian (l. 1943)
Bisik Malam

Dengarlah manis, malam melangkahkan kakinya pelan-pelan
menusuk hati paling dalam,
begitu sayu begitu rindu pandang kedamaian
kutahu semua mata memandangnya, kutahu semua hati merindunya

tapi sedemikian keras duri-duri hati manusia
kutahu anak-anak yang tak berdosa ibu-ibu yang cinta anaknya
mendoa mendamaikan hati pada malam sunyi begini
di mata tergetar hati murni nurani manusiawi.

di seberang sana manis mendendam kita, mungkin
mulut senjata telah dipasangnya,
jauh di benua lain orang-orang hitam memperjuangkan haknya
dipulau sana manusia-manusia mengusir penjajah ladangnya
dimana-mana manusia mendendam atas sesamanya, atas bangsa dan
bangsa, tembok-tembok sengsara yang didirikannya
apa benarkah yang membedakan mereka dengan kita
kulitnya? rambutnyakah?

setiap hari melahirkan jenderal manis
tapi bukan nabi,
setiap hari melahirkan dewa manis
tapi bukan Tuhan,
yang lahir saban hari bukan nabi
manusia biasa saja
seperti kita

dengarlah manis, malam terus melangkahkan kakinya
ke lubuk hati paling murni,
ke lubuk tenang mengaca bayang
besok matahari yang tua itu kan datang juga
kemudian kisah kemarin berulang kembali.

serdadu-serdadu sibuk dengan senjatanya
jenderal-jenderal penakluk sibuk dengan taktiknya
sama saja, mereka bukan Tuhan
petani-petani membalik tanah, anak-anak naikkan layang-layang
buruh-buruh di pabrik, pertambangan semua bekerja
semua untuk hidup,
untuk kebahagiaan hidup yang gelita
mengapa tak damai saja?

apakah manusia tak dapat hidup tanpa pembunuhan?
apakah manusia tak dapat hidup tanpa penindasan?
bukankah semua kita rindukan kebahagiaan dan kedamaian?

berdoalah kau manis sebelum kau tutupkan kelopak matamu
arti manusia bukan pada kulitnya,
arti manusia bukan pada ladangnya,
tapi pada kemanusiaannya.

berdoalah manis,
hanya dalam tidur dunia bisa dilupa
hanya dalam tidur, kelaparan, pembunuhan, kemiskinan
ketakutan bisa dilupakan,
tidurlah badan yang lelah
besok hidup menuntut kerja.

Rawamangun, Desember 1963

Sumber: Sastra, Thn. IV, No. 2, 1964; dalam Angkatan 66, ed. Jassin (Gunung Agung, Cet. 1, 1968; Pustaka Jaya, 1983).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *