Erni Aladjai
(1)
Di halaman puri yang ditumbuhi
banyak bunga peoni putih
seorang tabib sedang meramu teh
di kepalanya hinggap seekor murai dan anaknya
hidup adalah begini
ketika kau mampu pergi sejauh mungkin
dan masih bisa sembahyang dengan caramu
meski seekor murai meramu sangkar di kepalamu
orang baik membakar dosa
membersihkan amarah merah pekat
bukan seperti teh yang ditumpahi susu
sebab dosa dan doa
walau bagaimana pun serupa batu dan air pancuran
(2)
Di halaman rumah berdoa yang lain
dia melihat banyak bunga ilalang
dia mengubur kemurungan di situ
lalu menghidupkan firasat-firasat
untuk bekal pergi dan pulang
Tapi di sini dia terhina
orang-orang saleh banyak bermain muslihat
menyelipkan keserakahan di lipatan daging binatang ternak
dosa melekat tebal
seperti lumut di hutan paling belantara
Dia ingin memutuskan
berbalik arah ataukah menjadi guru?
hingga pada hari kelima belas
dia memilih satu liturgi
seni dalam hidup adalah
berdosa dan berdoa
Hari ini seekor murai hinggap di kepalanya saat berdoa
esoknya dia nyenyak di kamar penembang.
Sumber: Koran Tempo, 14 Juni 2013