Sindu Putra (l. 1968)
Doa Seorang Calon Penyair di Makam Seorang Mantan Penyair
aku curi
segenap kata . . . . . . . dan bukan kata
yang dijadikan milikmu
untuk menguruk birahi dalam hatiku
hingga, . . . . . . jadi pantun
tempatku belajar . . . . . menuntun diri,
hingga, . . . . . . . jadi gurindam
tempatku mengidam . . . . . . . . masa depan,
hingga, . . . . . . . jadi haiku
tempatku . . . . . . . . . . . menjadi Aku
lantas,
untuk mengutuk birahi dalam hatiku
aku hapus pesan pendekmu
yang menghuru-harakan tanganku
: ”puisi, . . . . . . ternyata
hanyalah makam penyairnya
imigran gelap yang berjuang mencapai ke kata
puisi, . . . . . . . . . hanya
kubur pemimpi basah . . . . . . tanpa epitaf
tanpa taburan bunga perkabungan
puisi, hanya sebuah lubang luka
di tanah: . . . tubuh, . . yang tak pernah kering….”
2017
Sumber: Kompas, 27 Mei 2017.