Puisi: Giang, Surat Itu – Irawan Sandhya Wiraatmaja

Irawan Sandhya Wiraatmaja
Giang, Surat Itu

1//
Giang, surat yang ditulis masa silam, di antara
rimbun
pohon bambu di akar-akar bakau menjadi napas
Dalam jejak-jejak langkah yang sembunyi
Di pinggiran sungai-sungai
Yang memanjang berlikuliku, dengan air coklat
Mengalir sampai muara, ketika ombak tidak sampai

Pada perahu kayu yang oleng, membawa tubuh kecil
Dengan tangan letih, gemercik kayuh membawa sauh
Hulu ke arah hilir, dan matamu seperti
Warna matahari yang terbelah di sela-sela daun
Bergoyang dimainkan arus yang tiba-tiba berputar
Dan kau terperangah oleh suara-suara cericit burung

Yang terbang memintas garis langit, di kaki laut
Tak pernah tercatat, dan tak selalu disebut
Sungai itu adalah kelahiran-mu.

Mekong, 6 Febuari 2016

 

2//
Giang, menuju hilir kita mengayuh surat itu
Di antara orang-orang yang duduk di perahu satu
satu Kaki-kakinya membagi ruang, dan arus waktu
Mengalir menyusuri tubuh sungai yang pucat dan
kotor

Mencari napas di lalu lalang perahu yang bergoyang
Tak akan karam, katamu. Karena surat itu adalah
Kehidupan yang selalu ditulis dan dibaca sebagai
Kitab perjalanan yang tak pernah tamat-tamat

Tapi kau selalu tersenyum
Membuka kembali surat-surat yang ada di mata-mu
Sebagai cerita yang panjang untuk istri
Yang menunggu di rumah: berbagi senyap dan hati

Untuk berlayar dengan perahu yang tua
Sebelum surat-mu selesai, dan kau masukan dalam
kenangan.

6 Februari 2016

 

3//
Jangan lupa kau tutup pintu dalam surat itu, Giang
Karena rumah-mu adalah kenangan
Yang selalu kau bawa dalam tas yang kau sandangå

Selalu kau menulis di daun-daun kelapa,
yang bergayut
Sebagai helai dan halaman kitab,
yang tak pernah luput
Untuk berbicara dalam bahasa yang kau pahami

Di atas garis langit, seperti tergambar matahari
Angin yang berdesir, dan sebuah senja
Yang nanti akan menjadi buahbagi anak-anakmu

Sebelum waktu menutup kelambu, di mana
Kau selalu berbaring, bergelinjang dengan napas
istrimu
Ketika anak-anak bermain di bawah pohon, yang
daun-daunnya

Memerah dan menguning dibawah semburat cahaya
Di tanah yang basah dan merekah: dan kau masih
menulis

Februari 2016

Sumber: Media Indonesia, Minggu 17 April 2016

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *