Puisi: Hantu-Hantu Tanjungkarang – Dina Oktaviani

Dina Oktaviani

1
apa yang membuatmu gemetar kini
malam hanya sesuatu yang kerap lewat
apa yang belum kauketahui tentang perihnya
kekasih yang dengki, teman yang pudar di angkasa

kaulah seseorang yang tak pernah menyelesaikan sesuatu
karena segala sesuatu terbelah di kepalamu
apa yang membuatmu ragu-ragu di hadapan masa lalu
penyesalan adalah binatang yang tangguh
dengan cakarnya berjalan tegap di bawah kulit
dan membuatmu terluka

sekarang, rasakan irisannya
rasakan irisannya yang samar pada darahmu
kebencian pada ayah dan kecemburuan pada ibu
rasa asing di antara saudara-saudaramu
rumah-rumah yang menyalakan keputusasaan

lampu-lampu telah padam, kekasihku
biarkan aku menyelesaikan malam
dengan menuliskan baris-baris ini
dan mengalirkan mayatmu ke dalam mimpi.

2
bagaimana aku merindukanmu setelah ini
hidup di tengah hantu dan kampung halaman
tak ada yang aku sanggup tinggalkan:
lampu yang kamu padamkan
suara perutmu di pagi hari

atau kekecewaanku sendiri
ketika meninggalkan rumah diam-diam
dan tahu: tak ada yang mengejarku
selain angin, selain bercak-bercak hujan
yang bertahan cukup lama di kepalaku

aku selalu ingin kembali dari simpang jalan itu
dan menangis sepuas-puasnya
aku ingin memukuli tubuhmu keras-keras
sebab kesabaran tak pernah menerangkan apa-apa

kini ketika aku mungkin mencintai yang lain
akankah kamu mencintaiku lagi
mencintaiku di antara kecanggunganmu
dan mencintaiku di antara bayang-bayang
yang mungkin tak bisa kamu wujudkan lagi.

3
maut yang tipis di dekat leherku
siapa yang sungguh mengenalmu
kamu selalu terpejam
sejumlah buku di dalam tubuhmu, penuh catatan
tak pernah bisa kubaca
nama-nama, dusta-dusta
aku hanya tidak ingin menyakiti siapa pun
tidak juga diriku, dengan kesedihanmu, ketakutanmu
dan ketakutanku pada kesedihan

aku telah berhenti berdoa
dan aku tak bisa memilikimu tiba-tiba:
gerimis pagi; hatimu yang terluka
betapa yang kaumiliki akan melemahkanmu

aku mengandalkan cuaca dan hati yang didinginkan
aku bertahan dengan tidur dan mencintai yang kabur
dan aku tak bisa kehilanganmu tiba-tiba:
cintamu yang pelahan; ayat-ayat
yang membuatku mengenang semua tuhan.

4
berapa banyak yang bisa kuambil
dari gerimis tanjungkarang
bangunan mana yang berbicara tentang diriku
jalan mana menuju rumah masa lalu

aku tak menemukan kuburku di setiap gang
pikiranku menjadi hantu, tak bisa kembali ke mana-mana
udara adalah anakku yang kudus
yang kuhirup dan lepaskan, kuhirup dan lepaskan
ia kini memikul dosa-dosa ibunya dari kejauhan
tercemar oleh duka dan membuatku kembali hidup
kembali sekarat

seandainya aku seorang putra
seandainya aku hanya orang yang dicintai

lihatlah, betapa banyak yang diambil dari diriku
aku bahkan tak bisa memiliki airmataku sendiri
yang meluncur deras dan menenggelamkan seluruh kota

5
aku bisa menangis sepuas-puasnya
atau mengetuk pintu rumah semua teman dan
menceritakan
betapa malam telah menganiayaku sepanjang
perjalanan ini
atau betapa perjalanan ini telah menganiayaku
sepanjang malam

aku bisa menghabiskan semua kretek yang kaupunya
dan memesan bergelas-gelas kopi
untuk kupandangi sampai dingin

anakku bisa menangis
dan aku bisa membawanya berlari
melintasi semua horor di kepalaku
aku bisa menelan semua amoxicylin
yang tersimpan di lemariku bertahun-tahun
atau menantang semua mimpi buruk dalam tidurku

aku bisa membuat pintu-pintu kabut membawaku
pulang ke tanjungkarang, ke pagi-pagi
di mana tak seorang pun peduli pada kerinduanku
pada masa depan
di mana semua orang menyayangiku
dan membuatku ketakutan

ia yang kucari berada di sini dan tak ke mana-mana
tapi betapa aku bisa kehilangan dirinya
betapa aku menginginkannya tapi tak tahu untuk apa
betapa aku mencintainya dan tak tahu caranya
betapa aku selalu mencintai sesuatu yang tak bisa
kupahami

6
aku mendengar suaramu sekali
jauh sebelum kita bertemu dan tak pernah bertemu lagi
ruang-ruang dibekukan oleh jarak; hatiku dipenuhi
pertanyaan-pertanyaan palsu tentang dunia

malam ini gema dari suara itu
melumpuhkan pikiran buruk tentang daun-daun gugur
membuatku pincang dan merindukan rumah

di manakah diriku
selain memudar dalam fiksi-fiksi yang gagal
tentang keluarga; di manakah kamu?

bagaimana seseorang dapat memahami kesedihan
yang tak dikenalnya; kehilangan yang sederhana?

setiap orang adalah messiah bagi dirinya sendiri:
tak ada jalan keluar.

7
kamu membangunkanku pagi-pagi
dengan tangan yang nyata dan pasti―
aku tak punya kebiasaan itu lagi

masuklah ke dalam selimutku menjelang fajar
dan jadilah mimpi ketika aku lelap
makin buruk makin baik: aku akan hidup tanpa kejutan

“mama sudah gila; lebih baik tak bertemu lagi
lagipula dia cantik dan terluka: dia sempurna
aku akan keluar: itu sebuah kebiasaan”

aku berjalan dengan pakaian lengkap musim dingin
mencari-cari cacat untuk kucatat
hujan hanya rintik-rintik, aku hanya ingat angka-angka
tak seorang pun bernama angka

hanya hujan rintik-rintik, aku berjalan seperti kalender
tak ada mantan pacar atau kawan lama:
seluruh kota telah menjadi barang bekas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.